News

Kata Ente Ane dalam Budaya Betawi yang Viral Gara-Gara Jindan Penantang Pesulap Merah

Jindan di podcast dr Richard Lee. Dalam podcast bersama dr Richard Lee (paling kanan), Jindan (paling kiri) mengaku sebagai cicit Mbah Priok. Dalam podcast itu ada kalimat Jindan yang menjadi viral yakni
Jindan di podcast dr Richard Lee. Dalam podcast bersama dr Richard Lee (paling kanan), Jindan (paling kiri) mengaku sebagai cicit Mbah Priok. Dalam podcast itu ada kalimat Jindan yang menjadi viral yakni "Ente Kadang-Kadang". Foto: Tangkapan Layar.

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Kalimat "Ente nih kadang-kadang" viral di media sosial. Kalimat yang dipakai untuk meme itu merupakan ucapan dari Jidan, seorang pria yang mengaku habib keturunan Mbah Priok dan ikut dalam barisan Asosiasi Dukun yang melaporkan Pesulap Merah alias Marcel Radhival ke polisi. Sedulur, terlepas dari kasus yang menyeret Pesulap Merah dengan para dukun, di tulisan kali ini kita akan membahas soal kata "ente" yang bisa dipakai dalam percakapan orang Betawi.

Kata Ente berasal dari bahasa Arab yaitu Anta yang artinya kamu. Kemudian kata Anta diadopsi masyarakat Betawi dan diubah menjadi Ente untuk menggantikan kata "Lu" agar lebih sopan. Kata Ente bersanding dengan kata Ane yang juga berasal dari bahasa Arab yakni Ana. Sama seperti kata Ente, kata Ane diserap masyarakat Betawi dan diubah menjadi Ane untuk menggantikan kata "Gue" agar lebih sopan.

BACA JUGA: Pelapor Pesulap Merah Ngaku Cicit Mbah Priok, Ini Penjelasan Habib Alwi Shabab Siapa Mbah Priok

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Kata lu dan gue sekarang ini sudah menjadi bahasa gaul. Mungkin banyak yang tidak tahu, kata gue dan elu berasal dari bahasa China. Alwi Shahab, sejarawan sekaligus wartawan Republika mengatakan, orang China di Glodok membahasakan diri dengan sebutan owe dan engko. Lu dan gue memang sudah mengalahkan ane dan ente yang punya arti serupa dalam bahasa Arab. Namun, Ane dan ente hingga kini masih digunakan di kampung-kampung Betawi.

Memang kampung-kampung Betawi sampai 1970-an dicemoohkan sebagai tempat jin buang anak. Namun kini semua berubah menjadi hutan beton, berupa perumahan, perkantoran, shopping centre, dan entah apa lagi namanya.

BACA JUGA: Download WhatsApp GB (WA GB) Versi Terbaru Agustus 2022: Anti-banned, Aman, Cepat, dan Mudah

Namun di tengah hiruk pikuk Jakarta, di mana penduduk asli yang bernama Betawi? Bagaimana nasibnya? Istilah kata yang punya kampung ke mana?

Disadur dari tulisan Habib Alwi Shahab, nasib orang Betawi, kata dramawan Nano Riantiarno bisa diibaratkan seperti sungai Ciliwung yang membelah kota Jakarta. ”Sungai itu makin lama makin menjadi parit dan pada suatu masa, entah kapan, bisa jadi akan hilang dari peta, karena sudah diuruk untuk dijadikan perumahan atau jalan layang."

BACA JUGA: Download Lagu (MP3) Pakai Y2Mate Gratis dari Video YouTube tanpa Aplikasi: Cepat dan Mudah

Sedangkan budayawan Betawi Ridwan Saidi yakin, warga Betawi masih tetap eksis di kota kelahirannya. Ia menunjuk masih banyaknya perkampungan Betawi di kelima wilayah DKI. Bahkan, Ridwan yang mencalonkan diri jadi gubernur DKI memperkirakan, jumlah pendatang dengan warga Betawi berimbang, alias fifty-fifty.

”Jumlah orang Betawi tidak berkurang, malah nambah. Cuma, mereka tidak ngumpul seperti dulu. Udeh pada berpencaran,” kata Yahya Andi Saputra, sekretaris Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB).

Yang jelas, orang Betawi sejak zaman kuda gigit besi, sudah merasakan bahwa di kotanya banyak pendatang yang ngendon. ”Kalo memang Jakarta serba jelek dan kagak enak mustahil orang dari daerah lain cari makan di sini,” kata Bang Doel sewot pada anaknya yang hendak merantau.