Sejarah

Pemilu Ditunda, Pembubaran PSI dan Masyumi di Era Demokrasi Terpimpin

Presiden Soekarno di era Demokrasi Terpimpin
Presiden Soekarno di era Demokrasi Terpimpin

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat memutusan memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda Pemilu 2024. Majelis hakim PN Jakpus memutuskan hal itu dalam perkara perdata yang diajukan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima), dengan pihak tergugat adalah KPU.

"Menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan tujuh hari," ujar majelis hakim, seperti dikutip dari salinan putusan, Kamis (2/3/2023).

Bicara Pemilu, Indonesia sudah mengalami beberapa pergantian kekuasaan dengan gejolak pemilu di masing-masing periode. Presiden pertama RI, Soekarno yang membacakan proklamasi baru merasa berkuasa setelah pada 5 Juli 1959 mengeluarkan maklumat kembali ke UUD 1945 dan membubarkan konstituante hasil pemilu pertama. Bung Karno membenci demokrasi parlementer yang menurut dia sebagai demokrasi ala Barat yang tidak cocok dengan demokrasi Indonesia.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Menukil tulisan Herbeth Feith & Lance Coster dalam buku Pemikiran Politik Indonesia 1945-1965, periode demokrasi parlementer bisa dianggap berakhir pada Maret 1958. Demokrasi parlementer berakhir ketika terjadi pertentangan yang amat seru antara pusat dan daerah dan berujung pemberontakan PRRI/Permesta.

Saat itu kekalahan pemberontak yang begitu cepat dan pengambilalihan semua milik Belanda, disusul dengan susunan politik baru. Parpol-parpol menjadi lemah dan peran para pemimpin ABRI menjadi jauh lebih besar.

MPRS menetapkan Pidato Presiden Soekarno pada hari kemerdekaan 17 Agustus 1960 berjudul Kembali ke Jalur Revolusi sebagai Manifesto Politik (Manipol) menjadi garis-garis besar Haluan Negara. Parpol maupun perorangan, yang dinilai menyimpang dari Manipol, disingkirkan.

Masyumi dan PSI menjadi korbannya. Dua partai itu dibubarkan, tokoh-tokohnya dipenjarakan, termasuk tokoh oposisi yang tergabung dalam Liga Demokrasi. Setelah membubarkan BPS (Badan Pendukung Sukarnoisme), terakhir kali Bung Karno membubarkan Partai Murba musuh utama PKI.

Dari soal-soal politik kita bisa menyoroti suasana kota Jakarta di era demokrasi terpimpin. Pada masa jayanya, Bung Karno punya pengaruh cukup menentukan dalam membentuk wajah kota Jakarta. Di awal demokrasi terpimpin, penduduk Jakarta hampir tiga juta jiwa atau naik enam kali lipat dari populasi 1941, menjelang hengkangnya kolonial Belanda.

Di era pendudukan Jepang, warga Jakarta baru sekitar 500 ribu jiwa yang sebagian akibat migrasi, karena banyaknya orang ngendon ke Jakarta akibat stagnasi di kota-kota lain. Hingga saat ini Jakarta tak henti-hentinya diserbu pendatang.

Berita Terkait

Image

4 Patung Bersejarah Warisan Soekarno di Jakarta, Ada yang Disebut Sebagai Simbol PKI