Sejarah

Mengapa Persija Jakarta Berjuluk "Macan Kemayoran", Bukan "Si Pitung"?

Julukan Macan Kemayoran milik Persija Jakarta ternyata diambil dari seorang Pendekar Betawi, Toya Murtado. Pemain Persija ketika memenangkan trofi Piala Menpora. Foto: Republika.co.id
Julukan Macan Kemayoran milik Persija Jakarta ternyata diambil dari seorang Pendekar Betawi, Toya Murtado. Pemain Persija ketika memenangkan trofi Piala Menpora. Foto: Republika.co.id

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Pernahkah Anda mencari tahu mengapa klub sepak bola yang berbasis di Ibu Kota, Persija Jakarta dijuluki Macan Kemayoran? Julukan yang disematkan kepada klub yang berdiri 28 November 1928 atau satu bulan setelah digelarnya Sumpah Pemuda itu, bukan sembarangan. Ada kisah jawara Betawi bernama Toya Murtado yang dijuluki Macan Kemayoran.

Murtado, pria yang dikabarkan menikah hingga 15 kali itu adalah jawara Betawi yang hidup di era kolonial Belanda. Kebolehannya main pukul membuatnya disegani jawara-jawara lainnya, termasuk Pemerintah Hindia Belanda. Meski sempat diangkat menjadi mandor penarik pajak rakyat oleh Pemerintah Hindia Belanda, Murtado enggan berlaku zalim.

Murtado bahkan dikabarkan malah membantu perjuangan melawan penjajahan. Keberaniannya itu yang menyebabkan Murtado dijuluki Macan Kemayoran.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Murtado yang berbadan kecil jauh dari kata ideal sebagai seorang jagoan. Namun, karena lihai bermain silat dia pun mampu mengalahkan Mandor Bacan dan Bek Lihun yang menjadi Tukang Palak rakyat.

Toya Murtado, jawara pemilik julukan Macan Kemayoran sebenarnya. Foto: adirusdi.blogspot
Toya Murtado, jawara pemilik julukan Macan Kemayoran sebenarnya. Foto: adirusdi.blogspot

Tidak seperti umumnya pendekar Betawi, Murtado yang saban hari menggunakan peci hitam tak hanya khatam menggunakan golok tapi juga lihai bermain toya atau tongkat panjang.

Singkat cerita, Murtado yang tak senang melihat Mandor Bacan memeras rakyat Kemayoran dipaksa berduel. Mandor Bacan yang mampu ditaklukkan memanggil bosnya, Bek Lihun yang saat itu ditetapkan Belanda sebagai tukang pukul. Namun alih-alih balas dendam, Bek Lihun malah kehilangan jabatannya setelah babak belur dihajar Murtado.

Seperti kisah kepahlawanan di Indonesia, perjalanan hidup Murtado juga diisi dengan heroik. Murtado yang ditugaskan Belanda menjaga keamanan Kemayoran sekaligus menarik upeti, setiap malam selalu berkeliling kampung. Namun, meski Kemayoran yang saat itu makmur sebagai penghasil beras, kelapa dan pisang, masih banyak rakyat miskin yang tidak bisa makan.

Atas dasar itulah Murtado yang diberikan rumah oleh Belanda di tengah Kampung Kemayoran, dilaporkan pernah menggasak isi gudang beras yang dia jaga untuk dibagikan kepada orang-orang miskin yang kelaparan. Kepedulian Murtado itulah yang menyebabkan lawan-lawannya segan dan menaruh hormat, sehingga dia dijuluki Macan Kemayoran.

Laskar Si Pitung
Sepanjang sejarah Persija memiliki koleksi 11 kali juara dari era perserikatan hingga saat ini. Sebelas gelar itu didapatkan Persija pada musim 1931, 1933, 1934, 1938, 1954, 1964, 1973, 1975, 1979, 2001, dan 2018.

Prestasi mentereng Persija itu tak lepas dari peran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang tak pelit mengucurkan dana APBD. Namun Persija bukan satu-satunya klub di Jakarta.

Persija memiliki beberapa saudara muda. Salah satu klub Jakarta lainnya yang cukup dikenal adalah Persitara Jakarta Utara. Kemunculan klub-klub tersebut tak lepas karena Persija sebagai induk sepak bola Jakarta, kesulitan menampung klub-klub lokal. Karena itu lewat Komisi Daerah Jakarta pada 1970-an, didirikanlah Persija-Persija lain, yakni Persijatimut (Timur-Utara) dan Persijaselbar (Selatan-Barat). Persijatimut terpecah lalu Persitara resmi berdiri sendiri dengan nama Persatuan Sepak Bola Indonesia Jakarta Utara pada 1985.