Sejarah

Bikin Merinding, Ada Rumah Setan Tempat Orang Yahudi Gelar Ritual di Jakarta

Bangunan Rumah Setan yang menjadi markas perkumpulan kaum Theosofi De Ster in het Oosten atau Bintang Timur. Foto: Arsip Nasional
Bangunan Rumah Setan yang menjadi markas perkumpulan kaum Theosofi De Ster in het Oosten atau Bintang Timur. Foto: Arsip Nasional

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Hingga awal abad ke-20 orang Betawi akan bergidik ketika menyebut sebuah bangunan dengan enam buah pilar sebagai penyangganya. Bulu kuduk akan berdiri lantaran bangunan yang letaknya bersebrangan dengan Gedung Mahkamah Agung (MA) pada masa Bung Karno dan awal pemerintahan Presiden Soeharto itu dikenal sebagai "Rumah Setan". Bekas Gedung MA itu kini bersalin nama menjadi Gedung Jusuf Anwar.

Rumah Setan terletak di Vrijmet Selaarweg (kini Jalan Budi Utomo) atau tidak jauh dari Kantor Pos Pasar Baru, Jakarta Pusat. Arti dari Vrijmetselaars Weg dalam Belanda adalah Freemason Street. Bangunan ini memiliki loge (loji) merupakan perkumpulan kaum Theosofi De Ster in het Oosten atau Bintang Timur.

Namun, bangunan yang kini menjadi Kantor Pusat PT Kimia Farma Apotek itu, lebih populer dengan sebutan Rumah Setan oleh para pribumi yang ketakutan mendengar cerita ritual pemanggilan setan di tempat tersebut. Di sebelah bangunan itu dulu ada perumahan para perwira dan petinggi Belanda dan SMA Budi Utomo.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

BACA JUGA: Biaya Pembangunan Monas Jika Dilakukan Hari Ini Rp 266 Triliun

Rumah Setan dijadikan pusat kegiatan Freemason, suatu gerakan yang menjadi kaki tangan zionisme sejak abad ke-18 di Indonesia. Ketika itu namanya ‘La Choisile’ yang didirikan pada 1763 oleh Jacobus Cornelis Mattheus Roderman Cher (1741-1783) beserta enam orang rekannya.

‘La Choisile’ kemudian membangun dua loge (loji) lainnya yang sebagian besar anggotanya para militer dan petinggi Belanda, termasuk perwira-perwira VOC. Keberadaan La Choisile ini sekaligus menunjukkan sejak ratusan tahun lalu Yahudi sudah eksis di Indonesia.

Di dalam loji yang fungsinya mirip dengan sinagog, para anggotanya beraktivitas ritual menyembah simbol-simbol yang melambangkan cita-cita dan pikiran tertinggi manusia. Bahkan, beberapa aktivitasnya di dalam loji adalah memanggil arwah-arwah atau jin dan setan. Karena itu, di beberapa tempat, loji juga sering disebut rumah setan karena memang tempat mereka menyembah roh-roh dan setan.

Dipilihnya Rumah Setan sebagai loji bukan tanpa alasan. Sebab, di era tersebut Jalan Noordwijk atau Jalan Juanda dan Jalan Rijswijk atau Jalan Segara adalah pusat perdagangan dan pertokoan di Batavia. Warga Yahudi banyak yang membuka toko di sana.

BACA JUGA: Tarawangsa Rancakalong, Kesenian Sunda yang Sakral dan Berdaya Magis Tinggi

Di awal gerakannya Freemason atau Vrijmetselarij dalam bahasa Belanda, menggunakan kedok persaudaraan, kemanusiaan. Mereka berdalih tak membedakan agama dan ras, warna kulit dan gender, apalagi tingkat sosial di masyarakat. Mereka menitikberatkan gerakannya pada kegiatan ilmiah dan bersifat keilmuan.

Gerakan ini juga memberikan beasiswa pada murid-murid berbakat. Tidak heran banyak tokoh masyarakat ketika itu bersimpati pada gerakan ini.

Satu dari sekian doktrin yang dengan kuat diajarkan dalam persaudaraan ‘Freemason’ adalah sikap mereka pada agama. Mereka menganggap semua agama sama.

"Ini sama persis dengan apa yang marak kita temui hari-hari dengan nama lain: pluralisme. Dan memang sesungguhnya pluralisme pun adalah ajaran dari pemikiran orang-orang Yahudi," tulis Herry Nurdi dalam buku ‘Jejak Freemason & Zionis di Indonesia’.

BACA JUGA: Balada Kopi Pangku Pemuas Nafsu

Menurut para orang tua, masyarakat sendiri banyak tertipu menyangka warga Yahudi adalah keturunan Arab karena menggunakan bahasa ini dengan fasih.

Berita Terkait

Image

Kereta Nyebur ke Sawah karena Tubruk Kerbau di Ancol, Ulah Si Manis?

Image

Sejarah Oplet Antik Si Doel yang Harganya Tembus Rp 15 Miliar

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Seperti Cinta, Kisah Sejarah Juga Perlu Diceritakan