Cerita Soeharto Marah Jawab Pertanyaan Wartawan Soal Biaya Rumah: Duitnya Mbahmu
CERITA ABAH: Artikel ini adalah warisan berupa tuturan dari sejarawan sekaligus wartawan senior (Almarhum) Alwi Shahab kepada kami dan kami tulis ulang. Selamat Menikmati.
KURUSETRA -- Salam Sedulur... Pada awal pemerintahan Presiden Soeharto sangat terbuka pada pers. Sayangnya, keakraban ini tidak berlangsung lama gara-gara pertanyaan dari wartawan yang membuat Pak Harto marah.
Insiden itu terjadi di Kelapa Gading, Jakarta Utara yang membuat Pak Harto seakan-akan membuatnya kapok berbicara pada pers. Peristiwa berlangsung ketika Pak Harto membawa para wartawan meninjau perumahan dengan bahan baku bermis (batu apung) di Kelapa Gading. Perumahan ini dibangun oleh sebuah yayasan yang dipimpinnya.
Seorang wartawan saat itu bertanya, ”Ini semua biayanya dari mana, Pak?”
Rupanya Pak Harto tidak berkenan dengan pertanyaan ini. Sebab jawaban yang diberikan agak di luar dugaan. ”Duitnya mbahmu!” seru Pak Harto dengan muka agak memerah.
Pak Harto juga pernah marah pada sebuah majalah, yang menulis silsilahnya bahwa ia masih keturunan Kesultanan Yogyakarta. Ia membantah dengan mengundang berbagai media di Bina Graha.
Di awal pemerintah, yang menjadi menjadi sekretaris negara adalah Alamsyah Ratuprawiranegara. Sudharmono menjadi sekretaris kabinet. Kala itu Pak Harto baru saja membangun Bina Graha yang terletak disamping Istana Negara.
Pak Harto lebih sering menerima para menteri dan pembantunya di Bina Graha yang pada masa Presiden Soekarno dijadikan markas Cakrabirawa. Pasukan khusus yang anggotanya terdiri dari empat angkatan ini bertugas menangani keselamatan presiden dan keluarga.
Pak Harto, tiap Selasa, mengadakan sidang dewan stabilisasi ekonomi yang terdiri para menteri bidang ekuin di Bina Graha. Mula-mula hasil sidang ini disampaikan pada pers oleh Menteri Penerangan Mashuri. Kemudian entah mengapa digantikan Mensesneg Sudharmono yang dikenal sangat teliti dan murah senyum.
Namun setelah menpen dijabat Ali Moertopo dan Harmoko, keterangan hasil sidang diberikan keduanya. Tiap bulan Pak Harto juga mengadakan sidang kabinet paripurna. Sidang yang berlangsung di gedung utama Sekretariat Negara ini bukan saja dihadiri para menteri, juga pejabat eselon I.