Sejarah

Wasiat Terakhir Soekarno: Minta Kesediaan HAMKA Imami Sholat Jenazahku

Jenazah Soekarno. Buya HAMKA mengabulkan permintaan terakhir Soekarno untuk menyolatkan jenazahnya, meski pernah dijebloskan ke dalam penjara. Foto: IST
Jenazah Soekarno. Buya HAMKA mengabulkan permintaan terakhir Soekarno untuk menyolatkan jenazahnya, meski pernah dijebloskan ke dalam penjara. Foto: IST

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Sepanjang sejarah Indonesia, ada sejumlah tokoh yang pernah berseberangan dengan Presiden Soekarno. Tak hanya tokoh politik, tetapi juga ulama, satu di antaranya adalah Dr Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA). Bahkan, HAMKA pernah dijebloskan ke penjara selama dua tahun empat bulan tanpa proses pengadilan. Tuduhannya tak main-main, Buya HAMKA dituding terlibat dalam rencana pembunuhan Soekarno. Apakah Buya HAMKA menaruh dendam?

Perkenalan Soekarno dan Buya HAMKA bermula di Yogyakarta pada Januari 1941 saat selesainya Muktamar Muhammadiyah ke-30. Saat itu Indonesia belum merdeka dan Soekarno menjadi Presiden Indonesia pertama.

Hubungan keduanya kian akrab saat Soekarno diasingkan ke Bengkulu. Buya HAMKA diajak H Abdul Karim (Oei Tjing Hin), Konsul Muhammadiyah Bengkulu, seorang tokoh Cina Muslim, untuk menjenguk Soekarno di pengasingan. Dalam pertemuan sekitar dua jam itu, Buya HAMKA dan Soekarno menjadi akrab.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Soekarno mengajak Buya HAMKA hijrah dari Medan ke Jakarta pada 1946. Saat itu Soekarno sudah menjadi presiden. Tetapi, Agresi Pertama pada 1947 membuat ajakan Soekarno tertunda.

Satu tahun kemudian, Soekarno mengunjungi Buya HAMKA di Buktitinggi, Sumatra Barat. Dalam lawatannya itu, Buya HAMKA menghadiahkan Bung Karno sebuah puisi berjudul "Sansai juga aku kesudahannya".

Buya HAMKA benar-benar hijrah ke Jakarta pada 1949, setelah penyerahan kedaulatan. Ia memboyong keluarganya ke Ibu Kota.

Soekarno yang mengagumi Buya HAMKA meminta sahabatnya itu memberikan wejangan tentang rahasia Isra dan Miraj di Istana Negara pada peringatan Isra dan Miraj Nabi Muhammad SAW. Buya HAMKA berulang kali diminta Soekarno mengimami shalat saat acara-acara besar, seperti Shalat Idul Fitri pada 1951 yang digelar di Lapangan Banteng.

Keakraban keduanya mulai merenggang saat Buya HAMKA terpilih menjadi anggota Konstituante. Perbedaan ideologi memaksa keduanya bersebrangan.

Buya HAMKA yang aktif di Partai Masyumi dan PP Muhammadiyah bersama fraksi Partai Islam memperjuangkan negara berdasarkan Islam. Sementara Soekarno keukeuh mempertahankan negara berdasarkan Pancasila. Hubungan tali silaturahim keduanya pun terputus.

Bertahun-tahun tidak berjumpa, keduanya dipertemukan di sebuah acara kematian. Pada 1962, Buya HAMKA mengiringi Mohammad Yamin dari mulai sakaratul maut hingga ke liang lahat, bertemu dengan Soekarno yang datang melayat.

Tetapi, pertemuan itu tidak menyelesaikan masalah. Dua tahun setelahnya Buya HAMKA ditangkap atas perintah Soekarno .

Anak kelima Buya HAMKA, Irfan HAMKA, dalam buku "Ayah" menceritakan keluarganya terpukul dengan penangkapan ayahnya. “Betapa beratnya penderitaan kami sepeninggal ayah yang ditahan,” ujar Irfan.

“Buku-buku karangan ayah dilarang. Ayah tidak bisa lagi memenuhi undangan untuk berdakwah. Pemasukan uang terhenti," cerita Irfan.

"Untuk menyambung hidup, ummi mulai menjual barang dan perhiasan. Ayah baru bebas setelah Pemerintahan Soekarno jatuh, digantikan oleh Soeharto. Ayah kembali melakukan kegiatan seperti sebelum ditahan Soekarno.”

Irfan menuturkan bagaimana ayahnya bersikap terhadap pemerintahan Orde Lama Soekarno. Dalam suatu acara yang digelar Dewan Kesenian Jakarta pada 1969, Buya HAMKA memaparkan dua hal, pertama pelarangan peredaran buku-buku Pramoedya Ananta Toer, dan kedua bagaimana sikapnya terhadap Pramoedya yang menjadi penyebab HAMKA dipenjara.

Buya HAMKA, tulis Irfan Hamka, tak pernah setuju pelarangan beredarnya buku-buku Pramoedya yang disebut terafiliasi PKI. Penyebabnya karena filsafat hidup Buya HAMKA adalah cinta.

"Kalau tidak suka pada isi sebuah buku, jangan buku itu dilarang, tapi tandingi dengan menulis buku pula, kata beliau," tulis Taufiq Ismail menceritakan sosok Buya HAMKA dalam pengantar buku "Ayah".

Kebesaran hati Buya HAMKA terlihat dengan memaafkan Pramoedya. Padahal, nama Buya HAMKA dihancurkan Pramoedya lewat tulisan di surat kabar Bintang Timur yang merupakan media pro-PKI. Dalam surat kabar ini terdapat kolom seni-budaya bernama Lentera yang diasuh Pramoedya.

Dalam kolom itu, sejumlah satrawan yang kontra PKI diserang, seperti HB Jasin, Sutan Takdir Alisjahbana, Trisno Sumardjo, Asrul Sani, Misbach Yusa Biran, Bur Rasuanto, termasuk Buya Hamka. Hamka yang aktif di Muhammadiyah dan Masyumi yang jelas-jelas kontra PKI menjadi sasaran tembak.

Buya kemudian ditahan karena dianggap melanggar UU Anti-Subversif Pempres No. 11. Ia dituding terlibat dalam upaya pembunuhan Soekarno dan Menteri Agama saat itu, Syaifuddin Zuhri. Nama baik Buya HAMKA dihancurkan, perekonomiannya dimiskinkan, kariernya dimatikan dan buku-buku Buya HAMKA dilarang beredar sejak itu.

Tetapi sebagai seorang ulama besar Indonesia, Buya HAMKA tidak pernah menyimpan dendam kepada Pramoedya atau Soekarno. Buktinya adalah ia bersedia memenuhi permintaan terakhir Soekarno sebelum meninggal dunia.

Saat itu datang Kafrawi, Sekjen Departemen Agama dan Mayjen Soeryo, ajudan Presiden Soeharto, ke rumah HAMKA. Mereka berdua membawa pesan dari keluarga Soekarno pada 16 Juni 1970. Pesannya, Buya HAMKA dengan sangat hormat diminta mengimami shalat jenazah Soekarno.

“Jadi beliau sudah wafat?” kata Buya HAMKA bertanya kepada Kafrawi.

“Iya Buya. Bapak telah wafat di RSPAD, sekarang jenasahnya telah dibawa ke Wisma Yaso.”

“Bila aku mati kelak, minta kesediaan HAMKA untuk menjadi imam shalat jenazahku,” kata Soekarno berpesan.

Buya HAMKA terkejut, pesan tersebut ternyata datang seiring dengan kabar kematian Soekarno. Tanpa pikir panjang, ia kemudian melayat ke Wisma Yaso, tempat jenazah Bung Karno disemayamkan. Sesuai wasiat Soekarno, Buya HAMKA pun memimpin shalat jenazah mantan presiden yang pernah menjebloskannya ke penjara itu.

Tak hanya itu, Buya HAMKA bahkan memuji Soekarno yang membangun Masjid Baitul Rahim di Istana Negara dan Masjid Istiqlal. Ia pun menyelesaikan tafsir Al-Azhar yang menjadi karya fenomenalnya berkat andil Soekarno. Sebab, tafsir yang mahsyur seantero Asia itu diselesaikan saat ia berada di penjara.

“Saya tidak pernah dendam kepada orang yang pernah menyakiti saya. Dendam itu termasuk dosa. Selama dua tahun empat bulan saya ditahan, saya merasa itu semua merupakan anugerah yang tiada terhingga dari Allah kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan kitab tafsir Alquran 30 juz. Bila bukan dalam tahanan, tidak mungkin ada waktu saya untuk menyelesaikan pekerjaan itu ”

BACA JUGA:
Sujiwo Tejo: Yang Belain Wayang Mungkin Hanya Ingin Gaduh

Humor Gus Dur: Bikin Heboh Indonesia Mengaku Keturunan China Bermarga Tan di Singapura
Sujiwo Tejo: Wayang Diharamkan ya Monggo, Toh Sudah Sejak Zaman Sunan Giri

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di KURUSETRA dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.

Berita Terkait

Image

4 Patung Bersejarah Warisan Soekarno di Jakarta, Ada yang Disebut Sebagai Simbol PKI