Budaya

Maulid Nabi Muhammad Disebut Bidah Dhalalah, Bagaimana Pendapat Muhammadiyah?

Maulid Nabi. Maulid Nabi termasuk dalam perkara ijtihadiyah dan tidak ada kewajiban sekaligus tidak ada larangan untuk melaksanakannya. Foto: Republika
Maulid Nabi. Maulid Nabi termasuk dalam perkara ijtihadiyah dan tidak ada kewajiban sekaligus tidak ada larangan untuk melaksanakannya. Foto: Republika

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Peringatan Maulid Nabi Muhammad Shalallahu Alahi Wassalam masih berlangsung di sejumlah daerah. Ada yang menggelarnya dengan acara tadarusan, ketimpringan, sampai tausyiah yang disampaikan para ulama. Namun, ada yang menganggap peringatan Maulid Nabi adalah bid'ah hingga haram karena Rasulullah tidak pernah mengajarkannya. Lalu bagaimana tanggapan Muhammadiyah tentang hal tersebut?

Maulid Nabi diperingati setiap 12 Rabiul Awal, sesuai tanggal kelahiran Rasulullah. Majelis Tarjih Muhammadiyah dalam pemberitaan di Muhammadiyah.or.id, menegaskan tidak ada dalil yang berisi larangan maupun perintah dalam memperingati Maulid Nabi Saw.

BACA JUGA: Asal Usul Nasi Kebuli, Dibawa dari Gujarat Jadi Hidangan di Maulid Nabi Muhammad

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

“Pada prinsipnya, Tim Fatwa belum pernah menemukan dalil tentang perintah menyelenggarakan peringatan Maulid Nabi saw, sementara itu belum pernah pula menemukan dalil yang melarang penyelenggaraannya,” tutur Amirudin Faza.

Kepala Kantor Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah ini menegaskan hukum Maulid Nabi termasuk dalam perkara ijtihadiyah dan tidak ada kewajiban sekaligus tidak ada larangan untuk melaksanakannya. Namun, jika perayaan ini telah membudaya di masyarakat, penting untuk diperhatikan aspek-aspek yang memang dilarang Agama.

BACA JUGA: Apakah Arab Saudi Merayakan Maulid Nabi?

“Perbuatan yang dilarang di sini, misalnya adalah perbuatan-perbutan bid’ah dan mengandung unsur syirik serta memuja-muja Nabi Muhammad saw secara berlebihan, seperti membaca wirid-wirid atau bacaan-bacaan sejenis yang tidak jelas sumber dan dalilnya,” terang Amir sambil mengutip hadis riwayat Umar bin Khattab yang terdapat dalam Shahih Bukhari.

Selain harus memperhatikan aspek yang dilarang agama, perayaan Maulid Nabi juga harus atas dasar kemaslahatan. Kemaslahatan di sini adalah menyadari betapa penting mengimajinasikan bagaimana kalau Rasulullah hadir pada zaman kita. Misalnya dengan cara menyelenggarakan pengajian atau acara lain yang sejenis yang mengandung materi kisah-kisah keteladanan Nabi saw.

BACA JUGA: Mengapa Orang Muhammadiyah tidak Mudah Tertipu Dukun?

“Maulid Nabi Muhammad saw yang dipandang perlu diselenggarakan tersebut harus mengandung manfaat untuk kepentingan dakwah Islam, meningkatkan iman dan taqwa serta mencintai dan meneladani sifat, perilaku, kepemimpinan dan perjuangan Nabi Muhammad saw,” terang Amir sambil mengutip QS. al-Ahzab: 21.

Maulid Nabi bukan perkara ibadah, baca di halaman selanjutnya...