Krisis Pangan di Zaman Jepang, Rakyat Terpaksa Makan Bekicot dan Berebut Makanan di Tong Sampah
CERITA ABAH: Artikel ini adalah warisan berupa tuturan dari sejarawan sekaligus wartawan senior (Almarhum) Alwi Shahab kepada kami dan kami tulis ulang. Selamat Menikmati.
KURUSETRA -- Salam Sedulur... Saat ini krisis pangan melanda sejumlah negara di Eropa. Bahkan, krisis pangan global tengah mengancam semua negara di dunia, tak terkecuali Indonesia. Ancaman itu membuat Presiden Jokowi mempersiapkan Indonesia menghadapi krisis pangan yang disebut akan melanda beberapa bulan ke depan.
Sejatinya, Indonesia tidak sepenuhnya bebas dari krisis pangan. Ketika harga beras naik, banyak rakyat memakan nasi aking, yaitu nasi sisa yang dijemur sampai kering kemudian ditanak untuk dimakan. Mereka juga makan ketela dan ubi-ubian, karena tidak sanggup lagi membeli beras. Sementara, angka pengangguran terus melonjak dan jumlah rakyat miskin terus membengkak.
BACA JUGA: Sejarah Hari Batik Nasional yang Diperingati Setiap 2 Oktober
Di zaman penjajahan Jepang, (1942-1945), jumlah rakyat Indonesia belum mencapai 70 juta jiwa. Kala itu kelaparan akibat kekurangan pangan terjadi di mana-mana. Untuk keperluan perangnya melawan sekutu, pemerintahan Dai Nippon memaksa rakyat menanam jarak yang akan dijadikan sebagai minyak. Kegiatan ekonomi lumpuh.
Saat itu kongsi-kongsi dagang milik Belanda dan Cina serentak tutup. Demikian pula pasar-pasar, toko dan warung-warung. Bahan makanan dan kebutuhan sehari-hari lenyap dari pasaran dan sukar dicari. Begitu menderitanya rakyat hingga untuk membeli beras harus pergi ke Bekasi dan Karawang.
BACA JUGA: Sejarah Rebo Wekasan dan Mitos Puasa Tolak Bala dalam Tradisi Jawa dan Ajaran Islam
Rakyat makan bekicot... baca di halaman selanjutnya...