Sejarah

Gula Tanah Jawa Selamatkan Belanda dari Kebangkrutan Pasca-Perang Diponegoro

Tanam Paksa. Pribumi dipaksa menanam tebu yang menjadi komoditi utama membuat gula kristal. Foto; IST.
Tanam Paksa. Pribumi dipaksa menanam tebu yang menjadi komoditi utama membuat gula kristal. Foto; IST.

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Kerajaan Belanda berada di ujung tanduk setelah kas negara terkuras habis untuk mendanai Perang Jawa melawan pasukan Pangeran Diponegoro. Hanya dalam tempo lima tahun 1830--1835 Belanda hancur lebur setelah kehilangan sumber pendapatan yang sebagian besar disumbang dari kawasan industrinya di Belgia. Namun, Belanda selamat dari bahaya kebangkrutan negara berkat gula yang menjadi produk utama ekspor komoditas dari Jawa ke Eropa.

Untuk menyelamatkan negara, Hindia Belanda mengeluarkan kebijakan Tanam Paksa di negeri jajahan. Sistem ini mewajibkan para petani di Pulau Jawa menanam tanaman ekspor seperti tebu, teh, tembakau, kopi, karet di seperlima lahan mereka.

BACA JUGA: Apa Alasan Raden Saleh Membuat Lukisan Tandingan Penangkapan Pangeran Diponegoro?

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Setelah panen, hasilnya dijual langsung ke negara. Kebijakan ini membuat Belanda hanya dalam waktu 10 tahun menerima keuntungan 9,3 juta Gulden per tahun dari perdagangan ekspor tanaman industri ke Eropa. Bahkan di dasawarsa kedua laba naik hingga 14,1 juta Gulden.

Uang itu terus mengalir ke Negeri Kincir Angin untuk memperkaya penguasaha-pengusaha pabrik, pedagang, dan saudagar. Dari mereka tumbuh modal perdagangan dan industri swasta dan sebagian modal kembali ke Jawa dan bentuk lahan perkebunan.

BACA JUGA: Raden Saleh, Lukisan Pangeran Diponegoro, dan Perang Jawa yang Bikin Bangkrut Belanda

Tanaman tebu sebenarnya belum mendapatkan perhatian dari warga pribumi di Indonesia. Karena penduduk asli di Jawa saat itu mengonsumsi gula merah dari nira kelapa atau nira tebu untuk mendapatkan rasa manis dalam makanan. Pengolahan nira tebu menjadi gula kristal waktu itu belum dilirik.

Dalam buku History of Java yang ditulis Raffles, awalnya tebu tidak dikonsumsi sebagai bahan pemanis, melainkan sebagai minuman penyegar. Yakni, dengan mengunyah batang tebu untuk mendapatkan air tebu.

BACA JUGA: Karena Kurang Biaya, Pemerintah Hindia Belanda Batalkan Rencana Pemindahan Ibu Kota