Gerhana Matahari Total 8 April, Mitos Batara Kala yang Bikin Orang Jawa Ketakutan Saat Gerhana
KURUSETRA -- Salam Sedulur... Gerhana matahari total akan terjadi pada Senin, 8 April 2024 dan akan menyelimuti bumi. Gerhana matahari total pernah terjadi pada 11 Juni 1983 dan menggemparkan dan membuat masyarakat di Pulau Jawa ketakutan karena mitos kedatangan Batara Kala.
Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, gerhana terjadi karena matahari dimakan Batara Kala. Agar matahari tidak jadi dimakan Batara Kala, masyarakat Jawa percaya caranya adaah menabuh kentongan bersama-sama secara terus menerus.
Tak hanya kentongan, yang dipukul, pohon yang berbuah juga harus dipukul batangnya agar terhindar dari serangan sekaligus menakut-nakuti Batara Kala. Lantas siapa Batara Kala?
Menurut Suwandono dan kawan-kawan dalam Ensiklopedi Wayang Purwa (1991: 265), Batara Kala adalah putra dewa tetapi berwujud raksasa karena terkena kutukan. Batara Kala adalah sosok raksasa jahat yang mengincar nyawa manusia, terutama anak-anak.
Diceritakan Batara Kala diam-diam terbang ke surga dan mencuri Tirta Amertasari alias air abadi yang dipercaya bagi siapa saja yang meminum air tersebut akan hidup selamanya. Namun aksi pencurian tersebut diketahui Batara Surya (Dewa Matahari) dan Batara Candra (Dewa Bulan).
Mereka pun melaporkan perbuatan raksasa ini ke Batara Guru, pemimpin para dewa. Belum sempat Tirta Amertasari tertelan oleh Batara Kala, tiba-tiba datang Batara Wisnu (Dewa Pemelihara Alam/Pelindung) yang diutus Batara Guru. Batara Wisnu langsung menebas batang leher Batara Kala.
Baca Juga: Tradisi Yasinan Malam Jumat Ternyata Warisan Wali Songo
Tubuh Batara Kala jatuh ke bumi, sementara kepalanya tetap melayang di angkasa. Karena itu Batara Kala sangat dendam kepada Batara Surya dan Batara Candra dan selalu mencoba menelan kedua dewa itu setiap ada kesempatan.
Yang paling fenomenal tentunya adalah soal mitos perempuan hamil yang menjadi incaran utama Batara Kala. Karena itu, perempuan yang sedang mengandung diwajibkan bersembunyi di tempat gelap, seperti di bawah atau kolong tempat tidur.
Kepercayaan itu bertujuan agar bayi yang dikandung tidak keguguran saat gerhana matahari berlangsung. Jika melanggar akibatnya bisa bahaya. Bayi bisa cacat, berkulit belang hitam putih, sampai yang paling tragis adalah kehilangan nyawa.
Baca Juga: Ini Alasan Warga Muhammadiyah Sholat Tarawih 11 Rakaat Bukan 23 Rakaat Seperti Orang NU
Ruwatan untuk Penolak Batara Kala
Salah satu upacara yang masih dipercaya sebagian masyarakat Jawa untuk menghindarkan diri dari kesulitan dan tidak dimangsa Batara Kala adalah upacara ruwatan. Ruwatan biasanya diselenggarakan sebagai usaha membebaskan manusia atau kelompok yang sedang diliputi berbagai masalah atau terbentur kegagalan, serta membersihkan diri dari kesialan, aib, dan dosa.
Upacara ruwatan yang artinya kembali ke semula, biasanya digelar bersama pertunjukan wayang kulit dengan lakon yang berkisah tentang Batara Kala, Murwakala. Tak hanya di masyarakat Jawa saja, warga Sunda juga mengenal upacara "Ngeruwat" yang digelar bersamaan dengan pertunjukan wayang golek.
Baca Juga: Apakah Bahasa Jawa akan Punah?
Tradisi ruwatan memang masih hidup di dalam masyarakat Jawa. Ritual ini bermakna pembebasan sekaligus penyucian manusia sukerto dari "dosa bawaan". Ruwatan dilakukan kepada para sukerto, anak-anak yang berdosa karena takdir, akan menjadi santapan Batara Kala.
Kisah di balik itu semua karena janji Batara Guru, ayah dari Batara Kala yang mengizinkan Batara Kala memangsa anak-anak sukerto. Namun, Batara Guru mengatakan ritual ruwatan akan menyelamatkan anak-anak sukerto dari santapan Batara Kala.
.
Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: [email protected]. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.