Profil Ki Warseno, Dalang yang Pukuli Wayang Bergambar Ustadz Khalid Basalamah
KURUSETRA -- Salam Sedulur... Nama Dalang Ki Warseno Slenk mendadak dicari-cari warganet pascapertunjukan wayang bertajuk Dalang Menggugat yang digelar Gus Miftah di Pesantren Ora Aji, Jumat (18/2/2022). Ki Warseno disebut sudah keterlaluan karena menampilkan karakter wayang bergambar Ustadz Khalid Basalamah. Namun, siapakah Ki Warseno Slenk?
Ki Waserno Slenk lahir di Klaten, Jawa Tengah, 18 Juni 1965. Ia berasal dari keluarga dalang. Ayahnya yang bernama Ki Harjadarsana adalah seorang dalang terkenal dari Kabupaten Klaten, Jawa Tengah pada periode 1950-1975-an.
Ki Warseno yang menjalani debut wayang di usia 16 tahun, juga memiliki kakak seorang dalang bernama Ki Anom Suroto. Tak hanya didik memainkan wayang oleh ayahnya, Ki Warseno juga pernah belajar ilmu dalang di kampus STSI Surakarta selama dia semester.
BACA JUGA: Sujiwo Tejo: Yang Belain Wayang Mungkin Hanya Ingin Gaduh
Dikutip dari website Slenkwarseno, salah satu yang khas dari Ki Warseno Slenk adalah pakelirannya atau bunyi vokal instrumental pendukung pagelaran wayang. Ciri khas gaya pakelirannya yang komunikatif dan selalu dekat dengan kalangan muda yang cenderung hura-hura atau slengekan. Dia menggabungkan mustik etnis dan barat serta musim rock sampai pop. Hasilnya musik gamelan kolaboratif ala Ki Warseno ini disukai kaum muda.
Gaya pakelirannya pada awalnya mengikuti gaya kakaknya, Ki Anom Suroto. Namun kreatif dia dapat menemukan ciri khas gaya pakelirannya yang komunikatif dan selalu dekat dengan kalangan muda yang cenderung hura-hura atau slengekan. Warseno terkadang mengkolaborasikan berbagai musik etnis dan Barat dan banyak melakukan eksperimen kreatif dengan memadukan beberapa aliran musik seperti rock, punk, rap yang dipadukan dengan gamelan. Hasilnya adalah musik gamelan kolaboratif yang digandrungi kawula muda, wayang campursari.
BACA JUGA: Gus Baha: Sunan Giri Sebut Wayang Haram, Sunan Kudus Bilang Digepengkan Biar Halal
Merasa dulunya dia yang memprakarsai pakeliran hura-hura dan kolaboratif yang memadukan berbagai alat musik barat dan etnik, pada akhirnya dia berketetapan mengembalikan pakeliran wayang pada proporsi sebagaimana aslinya. Ketetapannya untuk back to basic didorong oleh ekses pendangkalan-pendangkalan estetika karena tidak disertai dengan suatu pencarian yang mendalam, hanya sekadar ikut-ikutan.
Ki Warseno mendedikasikan segala kemampaun berkeseniannya untuk menegakkan moral sebagai makhluk Tuhan. Hal ini diwujudkan tidak saja dalam berkesenian, tetapi dia merasa pula bertanggungjawab menyeberluaskan pandangan berkeseniannya itu dengan mendirikan sebuah Stasiun Radio Suara Slank yang acaranya didominasi kesenian dan kebudayaan Jawa.
BACA JUGA: Raden Fatah di Balik Wayang Hanya Bermata Satu dan Tradisi Sekatenan
Di sela kepadatan jadwal mengajar dan mendalang, setiap malam Sabtu Legi Warseno mengadakan pementasan wayang kulit di rumahnya untuk mengenang hari kelahirannya dengan tajuk Setu Legen.
Ki Warseno memiliki gelar insinyur dari Universitas Tunas Pembangunan. Kemudian dia melanjutkan kuliah S2 di Magister Administrasi Publik di UGM Yogyakarta. Dalang yang beralamat di Makamhaji Kartasura Sukoharjo ini juga punya radio, yaitu Swara Slenk FM dan RAMA Solo lho dan memiliki moto hidup 'luwih becik prasaja apa mesthine'.
BACA JUGA: Sunan Kalijaga Ciptakan Wayang, Sunan Ampel tak Ingin Islam Tercampur Budaya dan Tradisi
.
Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di KURUSETRA dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.