Berapa Kecepatan Rasulullah Saat Melakukan Isra Miraj?
KURUSETRA -- Salam Sedulur... Isra dan Miraj adalah dua peristiwa yang terjadi hanya dalam waktu sehari semalam. Secara iman, tentu saja itu bulanlah fenomena mengada-ada, meski perjalanan Rasulullah dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa dilanjutkan dari bumi menuju langit (Sidratul Muntaha) sulit dipahami dan masuk ke dalam nalar.
Tak heran saat itu diceritakan jika warga Mekkah mengolok-olok Rasulullah, bahkan sejumlah sahabat meragukan peristiwa tersebut. Sebelum akhirnya keimanan semua sahabat diselamatkan Abu Bakar yang menyatakan bahwa hal itu benar. Hal ini menunjukan betapa hebat keimanan seorang Abu Bakar sehingga dijuluki Al-shiddiq (yang senantiasa membenarkan).
Menurut Guru Besar Fisika Teori di Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Agus Purwanto, peristiwa paling penting dalam sejarah ini pun diabadikan dalam QS. Al Isra ayat 1 dan QS. An Najm ayat 13-18. Agus menyebut tidak sedikit para ilmuwan menggunakan pendekatan teori Relativitas Khusus Einstein.
"Ini berarti mengaitkan peristiwa tersebut dengan konsep dilatasi atau pemuluran waktu. Karena perjalanan Nabi bersama dengan malaikat Jibril, maka kecepatan kendaraan yang dipakai Nabi Saw setara kecepatan cahaya yaitu 300.000 km/detik," kata Agus dalam kajian yang diselenggarakan Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta pada Sabtu (26/02).
BACA JUGA: Sujiwo Tejo: Babi Saja Buatan Tuhan Diharamkan, Apalagi Wayang Buatan Manusia
Seandainya Mi’raj terjadi dari pukul 20.00 hingga 04.00, berarti perjalanan dari bumi ke langit kemudian pulang dari langit ke bumi berdurasi 8 jam. "Ini mustahil!"
Bagi Agus, jika kecepatan Rasulullah Saw setara dengan kecepatan cahaya, maka beliau belum keluar dari sistem tata surya. Sebab jika dikalikan dengan kecepatan cahaya 300.000 km/detik, akan dihasilkan jarak tempuh sejauh 4.320.000.000 KM dari bumi. Berarti perjalanan ini baru mencapai planet Neptunus, planet terluar dari sistem tata surya. "Artinya membutuhkan sekitar 4.4 tahun kecepatan cahaya hanya untuk sampai menuju alfancentauri."
BACA JUGA: Sujiwo Tejo: Yang Belain Wayang Mungkin Hanya Ingin Gaduh
Karenanya, bagi Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah Agus Purwanto itu penjelasan Mi’raj menggunakan teori Relativitas Khusus Einstein belum memadai untuk menjelaskan peristiwa ini. Belum lagi dengan fakta bahwa tidak ada materi yang bermassa yang bisa secepat cahaya.
Cahaya dapat bergerak cepat karena pada dasarnya ia adalah gelombang elektromagnetik. Artinya, hanya malaikat dan ruh saja yang bisa memiliki kecepatan 300.000 km/detik.
“Karena ini bicara sains, akan terjadi pembengkakan massa yang besar sekali, dengan kata lain kalau Nabi Saw secepat kecepatan cahaya tubuhnya akan meledak. Karenanya hentikan penjelasan peristiwa Isra’ Mi’raj ini dengan pendekatan Relativitas Khusus Einstein,” ujar dia.
BACA JUGA: Humor Gus Dur: Kalau Punya Duit Saya Mending Dagang Rambutan daripada Bikin Bank Islam
Jika merujuk pada QS. Al Isra ayat 1 dan QS. An Najm ayat 13-18, kata Agus, terdapat tiga kunci yang ada pada peristiwa Isra’ Mi’raj yaitu: asra’, ‘abdi, dan layl. Asra’ adalah memperjalankan, memindahkan materi dari satu tempat ke tempat lain. Tempat menyatakan satu titik dalam ruang sehingga asra’ terkait dengan ruang beserta atributnya. ‘Abdi menunjuk pada hamba pilihan-Nya yakni Rasulullah yang meliputi jiwa, raga, jasmani dan ruhani. Layl mewakili waktu.
Dengan adanya petunjuk di atas, hal ini mengantarkan pada struktur jagad raya yaitu sifat ruang-waktu-cahaya yang tidak lain adalah teori Relativitas Umum Einstein. Melalui teori ini, ruang dan waktu tidaklah ajeg, melainkan merupakan fenomena yang fleksibel, relatif, dan dinamis seperti proses alam semesta lainnya. “Jadi menurut Einstein jagat raya kita itu melengkung,” ujar Agus.
Selain jagat raya itu melengkung, alam semesta juga terus mengembang. Pendapat ini pertama kali diungkapkan oleh Edwin Hubble. Di masa lalu, alam semesta begitu kecil, padat, dan panas.
BACA JUGA: Gus Baha: Sunan Giri Sebut Wayang Haram, Sunan Kudus Bilang Digepengkan Biar Halal
Sebagaimana balon yang diisi udara, alam semesta kemudian mengembang, membesar, dingin, dan jarak antar galaksi dan materi di dalamnya pun semakin menjauh satu sama lainnya. Jika alam semesta diibaratkan balon, maka permukaan bola itulah ungkapan ruang lengkung dua dimensi. Artinya masih ada dimensi lain, yaitu alam immaterial yang keberadaannya di luar ruang dan waktu alam semesta.
Maka dari itu, tak heran jika perjalanan Mi’raj yang menembus beberapa lapis langit tersebut, bisa berlangsung dalam waktu yang relatif sangat singkat karena keberadaannya bukan lagi di alam semesta melainkan berada di ‘ruang ekstra’ alias alam immaterial. “Jadi perjalanan Rasulullah itu menembus dimensi yang lebih tinggi yaitu langit yang ghaib. Ini sudah berada di luar jangkauan ilmu pengetahuan,” tegas Agus.
BACA JUGA:
Humor Gus Dur: Yang Pendendam Itu Unta Bukan Manusia
Humor Gus Dur: Ratusan Orang NU Jadi Muhammadiyah karena Sholat Tarawih
Sujiwo Tejo: Yang Belain Wayang Mungkin Hanya Ingin Gaduh
TONTON VIDEO PILIHAN UNTUK ANDA:
.
Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di KURUSETRA dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.