Di Depan Toko Merah Belanda Bantai Balita Sampai Lansia Keturunan China
CERITA ABAH: Artikel ini adalah warisan berupa tuturan dari sejarawan sekaligus wartawan senior (Almarhum) Alwi Shahab kepada kami dan kami tulis ulang. Selamat Menikmati.
KURUSETRA -- Salam Sedulur... Gedung Toko Merah. Anda yang pernah pergi wisata ke Kota Tua pasti pernah melihat gedung ikonik karena memiliki warna berbeda dari gedung-gedung di sekitarnya.
Sebelum sampai ke Toko Merah, kita akan melewati Jalan Kalibesar Timur V. Pada masa Belanda jalan itu disebut disebut Kerkstraat karena letaknya berdekatan dengan gereja Jakarta Kota, terdapat Kali Ciliwung, yang juga disebut Kali Besar. Kali yang kini tampak berwarna hitam, kotor, dan penuh sampah itu selama lebih dari dua abad pernah jadi pusat transportasi di Batavia. Kala itu barang ekspor dan impor diangkut dengan kapal melalui sungai ini.
BACA JUGA: Humor Gus Dur: Kalau Punya Duit Saya Mending Dagang Rambutan daripada Bikin Bank Islam
Membelok ke arah kiri Jl Kalibesar Timur V, terletak Jl Kalibesar Barat yang pada masa awal VOC merupakan jalan protokol utama. Di jalan ini Gedung Toko Merah, sebuah gedung yang masih tampak megah dan kokoh sekali pun usianya sudah hampir tiga abad. Gedung ini mudah dikenali karena seluruh kusen jendela dan pintunya dicat warna merah.
Gedung yang dijadikan cagar budaya oleh Pemda DKI Jakarta ini bekas kediaman Gustaf Willem Baron von Imhoff (1743-1750), salah satu gubernur jenderal Hindia Belanda yang punya reputasi cukup baik. Gubernur jenderal keturunan Jerman ini membangun gedung tersebut pada 1730 ketika masih menjadi anggota Dewan Hindia Belanda.
BACA JUGA: Humor Gus Dur: Lap Gelas Pakai Celana Dalam, Aduk Kopi Pakai Sikat Gigi
Gedung ini dalam sejarahnya yang panjang pernah menjadi gedung Akademi Pelayaran Belanda (1743-1745) untuk mendidik para perwira kapal VOC. Akademi pelayaran ini termasuk yang paling tua di dunia. Yang lebih penting lagi, Gedung Merah merupakan saksi bisu sejarah terhadap pembantaian orang-orang Tionghoa pada Oktober 1740. Kala itu, di dekat gedung ini ratusan rumah Tionghoa tanpa ampun telah dibumihanguskan.
Ketika peristiwa ini, gubernur jenderalnya adalah Adrian Valckenier. Sedangkan von Imhoff wakilnya. Warga Tionghoa awalnya diundang dan dibujuk VOC ke Batavia untuk dijadikan pedagang, pengusaha, dan broker dana dengan kedudukan sebagai lapisan penengah antara VOC dan pribumi.
BACA JUGA: Humor Gus Dur: Sebelum Dipecat MPR, Saya Disuruh Mundur, Maju Saja Masih Dituntun
Tetapi lambat laun para pedagang Cina yang cepat kaya raya oleh VOC dianggap sebagai saingan memberatkan. Ketika para penduduk Tionghoa hendak dideportasi dan dikejar-kejar, mereka pun bertekad hendak membela diri dan melawan Belanda dengan kekerasan. Sayangnya rencana ini bocor dan pasukan VOC di bawah pimpinan von Imhoff menghantam keturunan Cina yang bergerak mendekati kota dan benteng Batavia, sehingga keamanan dapat dipulihkan kembali.
Tetapi beberapa hari kemudian (9 September 1740), Gubernur Jenderal Valckenier memberikan perintah untuk membunuh semua keturunan Tionghoa beserta keluarga, termasuk bayi, pasien rumah sakit, dan lanjut usia. Menurut versi Belanda, sekitar lima ribu hingga 10 ribu Tionghoa mati mengenaskan. Tetapi menurut penulis Jerman, George Bernhard Schwoerz, yang turut menyaksikan peristiwa yang paling kelam dalam sejarah kota Jakarta, sekitar 24 ribu yang terbunuh. Ini dikemukakan dalam bukunya berjudul Hal-hal yang Luar Biasa yang diterbitkan pada 1751.
BACA JUGA: Cak Nun: Buzzer-Buzzer akan Kualat dan Kena Karma
Baron von Imhoff sendiri yang melawan perintah pembantaian massal itu telah ditangkap dengan tuduhan tidak patuh terhadap perintah atasan. Pada 1741, ia pun dikirim ke Belanda untuk mendapatkan hukuman.
Tapi, akhirnya von Imhoff setelah melakukan pembelaan direhabilitasi. Bahkan ia kemudian menggantikan Valckenier yang dipenjara seumur hidup.
Von Imhoff, yang juga dikenal sebagai penguasa VOC yang reformis dan anti-KKN, meninggal pada 1751.
BACA JUGA: Presiden Soeharto Dikejar Wartawan: Ngapain Ikut, Wong Saya Mau Kencing
Ia dimakamkan di Gereja Belanda di Jl Pintu Besar Utara, yang letaknya tidak jauh dari kediamannya di Toko Merah. Tempat pemakamannya itu, bersama dengan JP Coen dan sejumlah besar tokoh VOC lainnya, kini menjadi Museum Wayang.
Von Imhoff yang dilahirkan di negara bagian Niedersachsen Jerman, selain dikaitkan dengan reformasi VOC, juga memikirkan untuk memindahkan kantor pemerintahan ke Bogor. Imhoff memberi nama Buitenzorg (Bogor) yang artinya "kota tanpa rasa risau".
Ia sendiri merupakan salah satu dari empat gubernur jenderal di Hindia Belanda keturunan Jerman.
BACA JUGA: Humor Gus Dur: Pesawat Santri Terbang ke Matahari Biar Gak Panas Berangkatnya Habis Maghrib
TONTON VIDEO PILIHAN UNTUK ANDA:
.
Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di KURUSETRA dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.