Bang Pause, Jagoan Kwitang yang Mati di Tiang Gantungan

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Ada banyak cara hukuman mati di Indonesia. Mulai dari dipenggal, ditembak sampai digantung. Eksekusi mati di tiang gantungan yang pernah tercatat dalam sejarah adalah Bang Pause, jagoan Kwitang yang dihukum mati di Gedung Balai Kota Batavia atau yang kini dikenal sebagai Museum Sejarah Jakarta, Kota Tua.
Pada masa kolonial sampai akhir abad ke-19, di depan gedung yang juga dikenal sebagai Museum Fatahillah itu terdapat tiang gantungan. Sejumlah tahanan Belanda dieksekusi mati dengan di sana.
Bang Puase, seorang jagoan dari Kwitang, Jakarta Pusat mati di tiang gantungan ini. Dia dihukum gantung karena dituduh membunuh Nyai Dasima, seorang nyai rupawan dari Kuripan, Ciseeng, Parung, Bogor. Eksekusi itu terjadi pada tahun 1813 pada awal kekuasaan Inggris (Sir Thomas Stamford Bingley Raffles) di Indonesia.
Di Kampung Kwitang, tiap Ahad kini ada pengajian Habib Ali yang didatangi ribuan warga dari Jabotabek. Konon, Bang Puase dilahirkan di salah satu tempat yang sampai tahun 1960-an bernama Gang Mendung, di Kampung Kwitang. Mungkin dia dilahirkan saat Ramadhan hingga dinamakan demikian.
BACA JUGA: Tak Kalah Megah, Candi Peninggalan Kerajaan Sriwijaya Ini Luasnya 8 Kali Lipat Candi Borobudur
Kisah itu kemudian menjadi latar belakang novel historis Nyai Dasima karya G Francis yang ditulis dalam bahasa Melayu rendah pada tahun 1893 83 tahun setelah eksekusi itu terjadi. Pengarang-pengarang Belanda kala itu selalu menjelek-jelekkan mereka yang berani melawan pemerintahan kolonial.
Tokoh Si Pitung, misalnya, dalam versi kolonial digambarkan sebagai penjahat kejam, pembunuh berdarah dingin dan tidak berkemanusiaan. Padahal, yang dirampoknya adalah harta milik petinggi kolonial dan para tuan tanah yang memeras rakyat.
