Sejarah

Jenderal Soedirman: Sungguh Berat Jadi Kader Muhammadiyah, Ragu dan Bimbang Lebih Baik Pulang

Jenderal Soedirman. Panglima Besar Soedirman adalah anak kandung Muhammadiyah. Foto: IST.
Jenderal Soedirman. Panglima Besar Soedirman adalah anak kandung Muhammadiyah. Foto: IST.

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Menjadi kader Muhammadiyah itu tidaklah mudah, butuh komitmen dan konsistensi tinggi agar mampu bertahan terhadap berbagai tantangan ketika berdakwah. Seperti yang diakui Jenderal Soedirman, kader terbaik dari kepanduan Muhammadiyah, Hizbul Wathan.

"Sungguh berat menjadi kader Muhammadiyah. Ragu dan bimbang lebih baik pulang," kata Jenderal Soedirman.

BACA JUGA: Jenderal Soedirman Marah Soekarno tak Mau Ikut Berperang pada 1 Maret 1949

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Jenderal Soedirman memang anak kandung Muhammadiyah. Jenderal Besar kalahiran Purbalingga, 24 Januari 1916 itu merupakan guru di Sekolah Dasar Muhammadiyah Cilacap, dan aktivis Pemuda Muhammadiyah sekaligus kader Hizbul Wathan Banyumas.

Kepanduan Hizbul Wathan (Patvinder Muhammadiyah) didirikan pada 20 Desember 1918 oleh pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan. Kiai Dahlan terinspirasi dari kepanduan Mangkunegaran di Solo. Karena itu, Kiai Dahlan mendirikan Hizbul Wathan sebagai wadah menggembleng akidah, pekerti, fisik, mental, dan rasa cinta tanah air anak muda.

BACA JUGA: Kemarahan Soekarno Memuncak: Separuh Kekayaan Singapura Berasal dari Kerja Keras Rakyat Sumatra

Di kepanduan tersebut Soedirman muda melibatkan diri. Selain meningkatkan pemahamannya tentang ajaran Islam, Hizbul Wathan mengajarkan Soedirman tentang kepemimpinan, keterampilan, dan kekuatan fisik. Pengetahuan dan pengalamannya di Hizbul Wathan itulah yang mengantarkan Soedirman menjadi seorang prajurit.

Berita Terkait

Image

4 Patung Bersejarah Warisan Soekarno di Jakarta, Ada yang Disebut Sebagai Simbol PKI

Image

Ilmuwan Dunia Sebut Muhammadiyah Ormas Islam Terbesar di Indonesia dan Dunia, Ini Buktinya

Image

Alasan Orang Muhammadiyah tak Baca Doa Qunut, tidak Ikut Tahlilan, dan Disebut Anti Ziarah Kubur