Budaya

KH Ahmad Dahlan Berdakwah Sambil Menjual Kain Batik

Pendiri PP Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan. Kiai Dahlan selain sebagai ulama juga merupakan pedagang kain batik. Karena itu, ia berdakwah sekaligus berdagang. Foto: IST.
Pendiri PP Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan. Kiai Dahlan selain sebagai ulama juga merupakan pedagang kain batik. Karena itu, ia berdakwah sekaligus berdagang. Foto: IST.

KURUSETRA -- Kampung Kauman, Yogyakarta, menjadi saksi dakwah yang dilakukan para ulama. Satu di antaranya adalah KH Ahmad Dahlan yang menggunakan metode berdakwah lewat berdagang kain batik.

Batik awalnya adalah karya seni yang hanya boleh dikenakan golongan bangsawan. Masyarakat Kampung Kauman lalu memberikan sentuhan kreatif pada motif, sehingga batik menjadi milik semua dan boleh dikenakan banyak orang yang dikenal sebagai Kain Batik Sudagaran.

BACA JUGA: Cak Nun: Pantas Orang Jawa Gampang Dijajah, Wong Kita Terlalu Baik

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

"Di Kampung Kauman, meski dihuni oleh para ulama, namun mereka bukan ulama yang berada di menara gading," kata Budi Setiawan, Sesepuh Kampung Kauman, Yogyakarta sekaligus Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana (LPB) PP Muhammadiyah seperti dinukil dari situs resmi Muhammadiyah.

KH Ahmad Dahlan ketika datang ke kota-kota lain, selain bertujuan untuk berdakwah, ia juga sering membawa kain batik Sudagaran sebagai barang dagangan. Karena itu, Kiai Dahlan selain sebagai seorang ulama juga merupakan pedagang batik.

BACA JUGA: Viral Pernikahan Beda Agama di Semarang, Mempelai Wanita Berhijab Ikut Pemberkatan di Gereja

“Orang-orang Keraton yang juga membatik kan juga pingin jualan juga, kemudian mereka menitipkan batiknya di Kauman. Jadi makanya seperti Kiai Dahlan lebih banyak dia berdagang batik dari pada industri batik,” ungkapnya.

Selain Kiai Dahlan, juga ada Kiai Abu Bakar dan Kiai Saleh pasangan saudara yang merupakan ayah dan paman Kiai Dahlan juga dikenal sebagai pedagang kain batik. Namun, meski demikian Kiai Abu Bakar dan Kiai Saleh lebih memilih menekuni kesehariannya sebagai ulama daripada pedagang.

BACA JUGA: Setelah Wayang, Kini Nasi Padang yang Diharamkan

Dalam perkembangannya, dari karya seni menjadi karya industri batik, banyak warga termasuk ulama-ulama di Kampung Kauman membuka industri batik di rumah-rumah mereka yang memiliki ruangan besar. "Sebab pada waktu itu pemukiman penduduk belum sepadat sekarang," kata Budi.

Budi berkata, terkait dengan corak masyarakat Kauman yang awalnya diisi oleh ulama-ulama kemudian menjadi sangat variatif akibat kedatangan buruh batik yang berasal dari daerah luar Kauman, seperti Bantul dan sekitarnya. "Para buruh ini kemudian ada yang menetap di Kauman," kata dia.

BACA JUGA: Humor Abu Nawas: DIvonis Hukuman Mati karena Buang Air Bersama Raja

Pasca-Perang Dunia II, sekitar tahun 1920-an pedagang batik di Kauman mengalami perubahan, Kiai Dahlan sudah tidak lagi berdagang batik dan lebih fokus pada kegiatan dakwahnya. "Termasuk keluarga-keluarga pedagang besar lain juga tidak lagi aktif, berganti para pedagang baru yang meneruskan tradisi batik Kauman."

Di sisi lain batik juga terdampak adanya kemajuan teknologi industri. Batik yang awalnya ditulis, kemudian dicap. Selain itu, menurut Budi, perubahan ini adalah dampak semakin banyaknya permintaan pasar.

BACA JUGA: Perbedaan Nasi Kapau dengan Nasi Padang yang Diboikot dan Diharamkan

“Ada banyak proses batik, mulai mbatik (manual), ngecap yang model cap. Batik itu unik ada proses panjang yang harus dilalui sehingga sampai menjadi siap batik yang diperdagangkan,” ujar Budi mengakhiri.

BACA JUGA:
Humor Gus Dur: Tak Sengaja Bercanda di Depan Uskup, Kenapa Belum Kawin, Padahal Kawin Itu Enak
Humor Gus Dur: 3 Presiden Indonesia Gila, Kalau Saya yang Milih yang Gila
Humor Gus Dur: Harmoko Lempar Jumrah Batunya Balik Lagi, Dibisiki Sesama Setan Jangan Saling Lempar
Humor Gus Dur: Cak Nun Batal Temani Soeharto Tobat Gara-Gara Dikerjain Gus Dur

TONTON VIDEO PILIHAN UNTUK ANDA:

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di KURUSETRA dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.