Budaya

Takbiran Saat Paling Gembira untuk Para Gadis Pingitan

Takbiran Keliling. Zaman dulu, takbiran adalah waktu yang menyenangkan untuk para gadis yang kebanyakan dipingit. Foto: Republika.
Takbiran Keliling. Zaman dulu, takbiran adalah waktu yang menyenangkan untuk para gadis yang kebanyakan dipingit. Foto: Republika.

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Pada malam takbiran kaum pria bertakbir, mengagungkan nama Allah sepanjang malam hingga Subuh. Sementara, di luar anak-anak memasang petasan dan kembang api. Tetapi, keramaian itu masih kurang jika belum diadakan pukul bedug, adu bedug atau ngarak bedug.

Jamaah tiap masjid atau mushala berganti-ganti memukul bedug dengan riangnya. Bahkan anak-anak saling rebutan. Bukan hanya dipukuli, tapi juga diarak berkeliling.

BACA JUGA: Nabi Muhammad Itu NU Apa Muhammadiyah?

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Malam takbiran juga merupakan saat paling membahagiakan bagi para gadis. Sejak sore hari mereka sudah berdandan, berhias diri seelok mungkin. Karena, mereka yang kala itu masih banyak yang dipingit, diberikan kebebasan keluar rumah.

Tentu saja tetap dengan pengawalan orang tua, saudara atau pembantunya. Umumnya mereka keluar di malam takbiran untuk membeli kembang yang banyak dijual di pasar-pasar. Tradisi pingitan yang telah dikritik oleh RA Kartini seratus tahun lalu baru benar-benar hilang menjelang 1950-an.

BACA JUGA: Humor Gus Dur: Enakan Jadi Gus Dikit-Dikit Makan Tidur, Kalo Kiai Dikit-Dikit Tirakat Gak Kuat Saya

Main petasan pada malam takbiran baru dilarang beberapa tahun lalu. Bang Ali pernah menjadikan Jalan Thamrin sebagai arena ‘perang petasan’. Para muda-mudi — di antaranya yang tengah kasmaran — saling melempar petasan sampai subuh. Hingga sampai awal tahun 1990-an banyak orang yang luka parah menjadi korban petasan. Karena membahayakan jiwa dan banyak korban, akhirnya petasan dilarang.

Bermain bumbung juga banyak digemari. Bumbung terbuat dari bambu yang diberi lubang dan diisi karbit. Bagian depannya disumpel pakaian bekas (lap). Setelah lubang itu disundut api, bumbung pun berbunyi seperti meriam, ”jlegur”, dan anak-anak pun saling bersorak.

BACA JUGA: Rasulullah Gunakan Rukyat, Mengapa Muhammadiyah Memakai Hisab? Ini 9 Alasannya

Setelah bersilaturahim pada hari Lebaran, mereka pergi plesir ke tempat-tempat rekreasi. Ketika itu Kebun Binatang terletak di Taman Ismail Marezuki (TIM) yang merupakan bekas kediaman pelukis Raden Saleh. Baru pada 1960-an dipindahkan ke Ragunan.

Ke Pasar Ikan sambil naik trem juga banyak digemari, termasuk orang-orang tua yang berziarah ke Luar Batang. Zanvood –tempat pemandian di Priok — juga banyak didatangi, tanpa membayar sepeser pun.

BACA BERITA MENARIK LAINNYA:
>
Cak Nun: Ikut Muhammadiyah Otomatis Jadi NU, Kalau Ikut NU Puncaknya Jadi Muhammadiyah

> Humor Gus Dur: Kiai tidak Sahur Gara-Gara Santri Kebanyakan Tanya Saat Disuruh Beli Telur

> Kiai Tampar Anggota Banser: Kiai Gak Dijaga Malah Gereja yang Dijaga!

> GP Ansor Bantah Anggota Banser Lecehkan Tsamara Amany: Fotonya Dicatut

> Humor Gus Dur: Pastor Lega Dikira Gak Jadi Diterkam Harimau, Ternyata Harimaunya Lagi Baca Doa Makan

> Sempat Tantang Novel Bamukmin Duel, Denny Siregar: Gak Jadi Deh, Gw Males Bulan Puasa Berantem

> Sujiwo Tejo: Wayang Diharamkan ya Monggo, Toh Sudah Sejak Zaman Sunan Giri

> Pak AR Salah Masuk Masjid, Diundang Ceramah Muhammadiyah Malah Jadi Imam Tarawih di Masjid NU

> Humor Gus Dur: Yang Bilang NU dan Muhammadiyah Berjauhan Hanya Cari Perkara, Yang Dipelajari Sama

> Sujiwo Tejo Mendalang Wayang di Acara PKS: Terima Kasih Menampilkan Barang Haram Ini

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.