Sejarah

Asal Usul Gelar Haji Itu dari Pemerintah Belanda, Bukan dari Kerajaan Arab

Kapal Api pengangkut calon jamaah haji. Pemerintah Hindia Belanda memberikan gelar haji kepada setiap Muslim yang baru kembali dari Tanah Suci.
Kapal Api pengangkut calon jamaah haji. Pemerintah Hindia Belanda memberikan gelar haji kepada setiap Muslim yang baru kembali dari Tanah Suci.

KURUSETRA -- Seorang Muslim atau Muslimah Indonesia yang baru saja pulang dari ibadah haji pasti akan mendapatkan gelar "haji" di depan namanya. Panggilan "Pak Haji" atau "Bu Haji" menjadi sebuah panggilan penghormatan kepada seseorang yang baru saja pulang dari beribadah di Tanah Suci. Tapi, tahukah Sedulur jika gelar Haji itu dibuat bukan oleh Kerajaan Arab melainkan bikinan Kerajaan Belanda.

Tentu saja gelar Haji diberikan bukan tanpa sebab. Ada udang di balik bakwan ibaratnya. Gelar Haji justru menjadi label dari Kerajaan Belanda kepada setiap Muslim pribumi yang baru saja pulang dari Tanah Suci.

BACA JUGA: Cerita Megawati tak Ingin Puan Maharani Punya Suami Kayak Tukang Bakso

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Alasan diberikan label tersebut karena para Pak Haji dan Bu Haji di era itu bisanya tidak hanya membawa misi menyebarkan dakwah setelah mendapatkan banyak ilmu di Tanah Suci, tapi juga punya misi perjuangan melawan penjajah. Semula, para pegawai kongsi dagang Belanda, Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) tidak melihat ibadah haji dari sudut pandang politik, melainkan dari perdagangan yang membawa keuntungan. Sebab, para pegawai VOC menyediakan kapal-kapal untuk perjalanan ke Saudi.

Penyelenggaraan haji sebagai gerakan politik baru terasa ketika VOC bangkrut dan digantikan Kerajaan Belanda. Dalam Ordonansi Haji tahun 1825, Pemerintah Hindia Belanda membatasi jumlah umat Islam yang ingin berangkat ke Tanah Suci. Tujuannya tak lain agar tidak ada pemberontakan.

BACA JUGA: Coba Pakai YTMP3 Converter, Cara Cepat dan Mudah Download Video Youtube Jadi MP3 MP4

Salah satu cara yang dilakukan adalah menaikkan biaya haji. Tapi bukannya berkurang, jumlah umat Islam yang mengajukan paspor haji ke kantor imigrasi justru mengalami lonjakan pada 1824. Situasi ini membuat bingung Pemerintah Hindia Belanda karena ditakutkan para haji itu akan menyebarkan pikiran-pikiran baru.