Warga Muhammadiyah Memang tak Pernah Ikut Tahlilan, Tetapi Tetap Membaca Doa Tahlil
KURUSETRA -- Salam Sedulur... Bagi sebagian umat Islam di Indonesia percaya warga Muhammadiyah tidak akan pernah mau diajak tahlilan. Atau bahkan ketika ada anggota keluarganya yang meninggal dunia, rumah akan sepi karena tidak menggelar tahlilan. Lantas apakah benar orang Muhammadiyah melarang tahlilan?
Meski tidak ikut tahlilan, nyatanya Muhammadiyah tidak pernah melarang membaca kalimat tahlil “La Ilaha Illallah” (tiada Tuhan selain Allah). Bahkan menganjurkan agar memperbanyak membacanya, berapa kali saja, untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 152 dan QS. al-Ahzab ayat 41. Perintah berzikir dengan menyebut Lafal Jalalah (La Ilaha illa Allah) dalam hadits-hadits pun banyak diungkapkan. Rasulullah Shalallahu Alahi Wassalam bersabda: “Maka sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas neraka terhadap orang yang mengucapkan ‘La Ilaha Illa Allah’, yang dengan lafal tersebut ia mencari keridhaan Allah.” (HR. al-Bukhari, Kitab as-Shalah, Bab al-Masajid fi al-Buyut, dari ‘Itban ibn Malik).
.
BACA JUGA: Alasan Kenapa Warga Muhammadiyah tak Pernah Ikut Tahlilan
Memperbanyak tahlil adalah termasuk amal ibadah yang sangat baik, bahkan dijamin masuk surga dan haram masuk neraka. Namun tidaklah cukup hanya mengucapkannya, atau melafalkannya saja, melainkan harus menghadirkan hati ketika membacanya, dan merealisasikannya dalam kehidupan keseharian.
Meski demikian, jika masih berbuat syirik, dan tidak beramal shalih, sekalipun membaca tahlil ribuan kali, tidak ada manfaatnya. Sebab tahlil harus benar-benar diyakini dan diamalkan dengan berbuat amal shalih sebanyak-banyaknya.
BACA JUGA: Di Masjid Muhammadiyah Usai Sholat tak Ada Dzikir dan Doa Berjamaah, Ini Alasannya
Menukil dari situs resmi Muhammadiyah.or.id, dalam Fatwa Tarjih yang terdapat di Majalah Suara Muhammadiyah No. 11 tahun 2003 disebutkan tahlilan yang dilarang ialah upacara yang dikaitkan dengan tujuh hari kematian, atau empat puluh hari atau seratus hari dan sebagainya, sebagaimana dilakukan oleh pemeluk agama Hindu. Apalagi harus mengeluarkan biaya besar, yang kadang-kadang harus pinjam kepada tetangga atau saudaranya, sehingga terkesan tabzir (berbuat mubazir).
Pada masa Rasulullah, tahlilan dilarang karena...