Sejarah

3 Maret 1924, Kekaisaran Turki Ottoman Resmi Dibubarkan, Umat Islam tak Lagi Miliki Khalifah

Kekaisaran Ottoman resmi dibubarkan pada 3 Maret 1924. Foto: IST
Kekaisaran Ottoman resmi dibubarkan pada 3 Maret 1924. Foto: IST

Hari ini, 3 Maret, sembilan puluh delapan tahun silam, Khalifah Utsmani atau Kesultanan Turki Ustmani (Ottoman) dihapuskan. Sejak 3 Maret 1924, umat Islam tidak lagi memiliki seorang Khalifah sebagai pelindung, dan terpecah-pecah menjadi lebih dari 50 negara.

Kekhalifan Islam itu didirikan Ertuğrul Gazi. Sultan Abdul Hamid II menjadi sultan terakhir yang punya power sebelum Kekhalifahan Ottoman kehilangan pengaruhnya dan berganti menjadi Republik Turki.

Ottoman sempat mengalami masa kejayaan dengan berkuas adi Eropa Timur, Balkan, dan Mediterania. Namun, pada akhir abad ke-19 M, pengaruh itu berangsur pudar. Menjelang masa-masa kejatuhan kekhilafahan Islam terakhir ini, muncul pemimpin Kesultanan Turki Ottoman yakni Sultan Abdul Hamid II yang cukup menakutkan bagi dunia Barat, khususnya kelompok Yahudi.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Sultan Abdul Hamid II menjadi Sultan Ottoman terakhir yang punya pengaruh kuat menjelang keruntuhan kekhalifahan terakhir umat Islam. Foto: IST.
Sultan Abdul Hamid II menjadi Sultan Ottoman terakhir yang punya pengaruh kuat menjelang keruntuhan kekhalifahan terakhir umat Islam. Foto: IST.

Pemilik nama lengkap Abdul Hamid bin Abdul Majid bin Mahmud bin Abdul Hamid bin Ahmad II itu dilahirkan di Istanbul, Turki, pada Rabu, 21 September 1842. Dia adalah putra Abdul Majid dari istri kedua. Ibunya meninggal dunia saat Abdul Hamid berusia tujuh tahun.

Menguasai bahasa Turki, Arab, dan Persia Sultan Abdul Hamid II juga dikenal senang membaca dan bersyair. Abdul Hamid menjadi khalifah Turki Utsmani menggantikan pamannya, Abdul Aziz, yang bergelar Murad VI pada 1876.

BACA JUGA: Humor Gus Dur: Pesawat Santri Terbang ke Matahari Biar Gak Panas Berangkatnya Habis Maghrib

Pamannya yang berkuasa cukup lama ini diturunkan dari jabatannya sebagai khalifah, kemudian dibunuh musuh politik Kesultanan Turki Utsmani. Sang paman mewariskan negara dalam kondisi yang carut-marut dengan tunggakan utang luar negeri, parlemen yang mandul, campur tangan asing di dalam negeri, tarik-menarik antarberbagai kepentingan di dalam tubuh pemerintahan, serta birokrat-birokrat yang korup.

Tak lama setelah naik takhta, dia mendirikan Dewan Majelis Rendah. Anggota dewan ini ada yang dipilih dan ada pula yang anggotanya ditentukan oleh pihak yang berkuasa. Dewan yang anggotanya dipilih dinamakan Dewan Mab'utsan, sedangkan dewan yang anggotanya ditentukan oleh pemerintah namanya A'yan.

Sebagai seorang pemimpin, Sultan Hamid II dikenal dekat dengan ulama dan selalu menaati nasihat-nasihat mereka. Dia menganggap semua rakyat sama di hadapan undang-undang, juga memberikan kebebasan pers.

BACA JUGA: Humor Gus Dur: Kiai Poligami karena tak Boleh ke Diskotek

Dia membuat peraturan wajib belajar kepada semua rakyat. Semasa memerintah, ia menghapus peraturan yang memperbolehkan polisi untuk menyiksa tahanan dalam masa investigasi dan menghapuskan peraturan pengambilan paksa tanah milik rakyat dan kerja paksa.

Dia juga menolak untuk memecat seorang hakim tanpa alasan yang benar. Selain itu, dia juga memberantas korupsi dan suap. Dia sangat serius dalam menerapkan hukum yang sesuai dengan syariat Islam.

Tentara Kekaisaran Ottoman.
Tentara Kekaisaran Ottoman.

BACA JUGA: Sujiwo Tejo: Babi Saja Buatan Tuhan Diharamkan, Apalagi Wayang Buatan Manusia

Dalam hal kemaslahatan umat, Sultan Abdul Hamid II mengajak umat untuk mendirikan sebuah universitas Islam. Ia juga memerintahkan pendirian sekolah-sekolah, rumah-rumah dinas bagi para dosen, akademi politik dan kesenian wanita, museum-museum, perpustakaan-perpustakaan, sekolah kedokteran, rumah sakit spesialis anak, perumahan bagi orang-orang yang tidak mampu, kantor pos pusat, ruang-ruang pertemuan, beberapa organisasi petani dan buruh serta pabrik-pabrik keramik. Selain itu, dia juga memasang pipa-pipa untuk mengalirkan air minum.

Abdul Hamid II mengemban amanah memimpin sebuah daulah yang luasnya membentang dari timur dan barat. Ia menghabiskan 30 tahun kekuasaannya sebagai khalifah dengan dikelilingi konspirasi, intrik, dan fitnah dari dalam negeri.

Sementara dari luar negeri, ada perang, revolusi, dan ancaman disintegrasi serta tuntutan berbagai perubahan yang senantiasa terjadi. Saat berkuasa, dia terpaksa menandatangani perjanjian Saint Stefanus, karena adanya tekanan dari negara-negara Eropa.

BACA JUGA: Soal Wayang Ustadz Khalid, Ki Warseno: Karakter Wayang Dewa-Dewa, Raja, Pendeta Juga Berjenggot

Dalam perjanjian tersebut, pemerintah Turki Utsmani harus memberikan kemerdekaan penuh kepada negara Rumania, Bulgaria, dan Serbia. Dia juga berjanji akan menjaga dan melindungi orang-orang Arman yang beragama Kristen dari serangan orang-orang Kurdi dan Syarkasi.

Sultan Hamid II juga berjanji mempersempit batas-batas wilayah kekuasaan Turki Ottoman agar tidak memberikan kesempatan kepada orang-orang Kristen untuk melakukan penyerangan terhadap Islam. Sementara itu, orang-orang Bulgaria berusaha memengaruhi orang-orang Islam yang ada di Bulgaria, Serbia, dan pegunungan Hitam untuk mengadakan pemberontakann terhadap kekhalifahan Turki Ottoman.

Untuk mempertahankan kedaulatan wilayah Kesultanan Turki Ottoman, Sultan Abdul Hamid II melakukan berbagai upaya untuk menyatukan umat Islam dan membantu mereka agar dapat melawan para penjajah yang menjadi penguasa di negeri mereka sendiri. Kemudian, dia mengubah beberapa keputusan dalam perjanjian Berlin yang sangat merugikan dan sangat ia khawatirkan, yang berisi tentang penggabungan Bosnia Herzegovina ke dalam wilayah Austria. Dia juga berhasil mengalahkan pasukan Rusia dan mengatasi pemberontakan.

BACA JUGA: 5 Kerajaan Islam Paling Berpengaruh di Dunia, dari Turki Sampai Indonesia

Namun, dengan bantuan para Syekhul Islam saat itu, para musuh Sang Sultan berusaha membujuk syekh untuk menurunkan Sultan Abdul Hamid II dari jabatannya pada 1909. Inilah salah satu bentuk pengkudetaan terhadap jabatan sultan. Sultan Abdul Hamid II terpaksa menerima keputusan tersebut. Kemudian, ia beserta seluruh anggota keluarganya diasingkan ke Salonika, Yunani.

Pada 1912, Sultan Abdul Hamid II dipulangkan ke Istanbul dan diasingkan dalam penjara istana tua Beylerbeyi. Akan tetapi, anak-anaknya dipisah-pisahkan, bercerai berai. Beberapa di antara mereka dibuang ke Prancis, dan menjadi pengemis yang hidup terlunta-lunta di emperan jalan.

BACA JUGA: Daging Kambing Nasi Kebuli Hidangan Spesial di Maulid Nabi

Kondisi di pembuangan Salonika atau di istana tua Beylerbeyi Istanbul sama saja bahkan lebih parah. Sultan Abdul Hamid II menghembuskan napas terakhir dalam penjara Beylerbeyi pada 10 Februari 1918.

Era Konstitusional Kedua dimulai pasca-Revolusi Turk Muda pada 3 Juli 1908, melalui pengumuman sultan tentang penggunaan kembali konstitusi 1876 dan pembentukan kembali Parlemen Ottoman. Pengumuman ini menjadi awal pembubaran Kesultanan Ottoman. Era ini didominasi oleh politik Komite Persatuan dan Kemajuan serta gerakan yang kelak dikenal dengan sebutan Turk Muda.

Memanfaatkan perpecahan sipil, Austria-Hongaria secara resmi menganeksasi Bosnia dan Herzegovina tahun 1908, tetapi mereka menarik tentaranya dari Sanjak Novi Pazar, wilayah lain yang diperebutkan Austria dan Ottoman, untuk menghindari perang. Pada Perang Italia-Turki (1911–12), Kesultanan Ottoman kehilangan Libya dan Liga Balkan menyatakan perang terhadap Kesultanan Ottoman.

BACA JUGA: Vladimir Putin Tertawa Mentan Rusia Ingin Ekspor Daging Babi ke Indonesia

Utsmaniyah kalah dalam Peperangan Balkan (1912–13) dan kehilangan teritori Balkan-nya kecuali Trakia Timur dan ibu kota historis Adrianopel. Sekira 400.000 Muslim yang khawatir menghadapi kekerasan etnis Yunani, Serbia, atau Bulgaria, mengungsi mundur bersama pasukan Ottoman.

Menurut perkiraan sejak 1821 sampai 1922, pembersihan etnis Muslim Ottoman di Balkan mengakibatkan kematian dan pengusiran sekian juta orang dari kawasan itu. Pada 1914, Kesultanan Ottoman sudah dipukul mundur dari hampir seluruh Eropa dan Afrika Utara. Meski begitu, kesultanan ini masih dihuni 28 juta orang, 15,5 juta di antaranya di Turki modern, 4,5 juta di Suriah, Lebanon, Palestina, dan Yordania, dan 2,5 juta di Irak. 5,5 juta sisanya berada di bawah pemerintahan bayangan Ottoman di jazirah Arab.

Pada November 1914, Kesultanan Ottoman ikut serta dalam Perang Dunia I di blok Kekuatan Tengah. Kesultanan ini ambil bagian dalam teater Timur Tengah. Ottoman sempat beberapa kali menang pada tahun-tahun pertama perang, misalnya di Pertempuran Gallipoli dan Pengepungan Kut, namun ada juga kekalahan seperti pada Kampanye Kaukasus melawan Rusia. Amerika Serikat tidak pernah mengeluarkan pernyataan perang terhadap Kesultanan Ottoman.

BACA JUGA: Habib Ali Kwitang Tolak Perintah Kaisar Jepang Membungkuk kepada Matahari

Pada 1915, saat Angkatan Darat Kaukasus Rusia terus merangsek ke Anatolia timur, dibantu sejumlah milisi Armenia Ottoman, pemerintah Ottoman mulai mendeportasi penduduk etnis Armenia.

Pemberontakan Arab yang dimulai tahun 1916 berbalik melawan Ottoman di front Timur Tengah. Ottoman sempat unggul di Timur Tengah selama dua tahun pertama perang.

Gencatan Senjata Mudros yang ditandatangani pada 30 Oktober 1918 mengakhiri peperangan di teater Timur Tengah, diikuti pendudukan Konstantinopel dan pemecahan Kesultanan Ottoman. Dengan Perjanjian Sèvres, pemecahan Kesultanan Ottoman menjadi resmi.

BACA JUGA: Fatwa Gus Dur untuk Dorce yang Bertanya Soal Status Kelaminnya

Pada kuartal terakhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, sekitar 7–9 juta pengungsi Muslim Turki dari wilayah Kaukasus, Krimea, Balkan, dan pulau-pulau Mediterania pindah ke Anatolia dan Trakia Timur. Pendudukan Konstantinopel dan İzmir melahirkan gerakan nasional Turki yang memenangkan Perang Kemerdekaan Turki (1919–22) di bawah pimpinan Mustafa Kemal Pasya (kemudian dikenal sebagai Kemal Atatürk).

Kesultanan dibubarkan pada 1 November 1922, dan sultan terakhirnya, Mehmed VI (berkuasa 1918–22), meninggalkan negara ini pada 17 November 1922. Majelis Agung Nasional Turki mendeklarasikan Republik Turki pada tanggal 29 Oktober 1923. Kekhalifahan dibubarkan tanggal 3 Maret 1924.

BACA JUGA:
Humor Gus Dur: Yang Pendendam Itu Unta Bukan Manusia

Humor Gus Dur: Ratusan Orang NU Jadi Muhammadiyah karena Sholat Tarawih
Sujiwo Tejo: Yang Belain Wayang Mungkin Hanya Ingin Gaduh

TONTON VIDEO PILIHAN UNTUK ANDA:

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di KURUSETRA dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.