Stasiun Balapan Solo Awal Mula Feodal Keraton Solo Menyerap Kebudayaan Barat
KURUSETRA -- Salam Sedulur... Kereta api sebagai simbol kehidupan modern telah diterima oleh kalangan elite bangsawan keraton menjelang akhir abad ke-19. Ketika diselenggarakan upacara pembukaan stasiun kereta api pertama di Surakarta yang diberi nama Stasiun Balapan pada 1866, Susuhunan Paku Paku Buwana IX ikut membukanya bersama gubernur jenderal Hindia Belanda.
Bahkan ketika Susuhunan Paku Buwana X (raja terbesar di Keraton Surakarta) melangsungkan pernikahan agung keraton untuk mempersunting permaisuri Kanjeng Ratu Emas putri Sultan Hamengku Buwana VII dari Yogyakarta, digunakanlah transportasi kereta api. Rombongan mempelai laki-laki naik kereta api dari Stasiun Balapan, dan sesampai di Stasiun Tugu, Yogyakarta, dilanjutkan dengan naik kereta kebesaran kerajaan menuju keraton.
BACA JUGA: Humor Gus Dur: Marbot Adzan Subuh Jam 9 Pagi, Soalnya Adzan Jam 5 Gak Ada yang ke Masjid
Digunakannya kereta api pada prosesi upacara perkawinan agung keraton menunjukkan kalangan elite bangsawan feodal tradisional keraton telah menyerap unsur-unsur kebudayaan modern Barat dalam rangka penyamaan status sosial mereka dengan golongan penguasa pemerintah kolonial Belanda, tulis Bejo Riyanto dalam buku Iklan Surat Kabar dan Perobahan Masyarakat di Jawa Masa Kolonial (1870-1915).
Kereta api mulai beroperasi di Jawa pada 1863. Percepatan arus perdagangan hasil industri perkebunan untuk kepentingan ekspor semenjak masa Tanam Paksa, membutuhkan sarana transportasi yang lebih memadai, karena sarana transportasi darat lewat jalan pos (Groote-Postweg) yang dibangun pada masa gubernur jenderal Daendels (1808-1811) sudah tidak mencukupi lagi. Trayek kereta api pertama menghubungkan Semarang-Yogyakarta. Trayek kedua Batavia-Buitenzorg (Bogor), termasuk melewati Stasiun Citayam. (Baca Juga: Sebelum Citayam Fashion Week Viral, Kampung Citayam Sudah Beken Sejak Zaman Kolonial)
Pada akhir abad ke-19, ketika modernisasi menyentuh Pulau Jawa, jumlah penduduk pribumi Jawa dan Madura pada 1850 berjumlah 12 juta jiwa. Sepuluh tahun kemudian (1860) ada 15 juta jiwa dan pada 1875 diperkirakan 20 juta jiwa.
Modernisasi di Batavia dimulai sejak... baca di halaman selanjutnya...