Sejarah

PKI Pecah Belah Industri Film: Boikot Film Kanan Hingga Selipkan Ideologi Lewat Film

Film Lastri yang ditolak karena dinilai mempropagandakan PKI sebagai pihak yang tidak bersalah pada pemberontakan G30S/PKI. Foto: Tangkapan Layar.
Film Lastri yang ditolak karena dinilai mempropagandakan PKI sebagai pihak yang tidak bersalah pada pemberontakan G30S/PKI. Foto: Tangkapan Layar.

CERITA ABAH: Artikel ini adalah warisan berupa tuturan dari sejarawan sekaligus wartawan senior (Almarhum) Alwi Shahab kepada kami dan kami tulis ulang. Selamat Menikmati.

Anak Perawan di Sarang Penyamun, ini adalah buku Sutan Takdir Alisjahbana yang diterbitkan oleh Balai Pustaka pada 1941. Sampai sekarang buku tersebut masih digemari, entah sudah berapa belas kali cetak ulang oleh penerbit yang sama.

Anak Perawan di Sarang Penyamun sebetulnya cuma cerita roman biasa. Tapi, masalahnya jadi lain ketika ia difilmkan. Apalagi diproduksi saat situasi politik tahun 1960-an memanas.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

BACA JUGA: Humor Gus Dur: Jauh-Jauh ke Eropa Makannya Rendang Nasi Padang, Kapan Spagetinya?

Film yang disutradarai oleh Usmar Ismail (Perfini) kontan diboikot oleh golongan kiri dan akhirnya oleh Badan Sensor Film (BSF) ditarik dari peredaran. Alasannya Sutan Takdir Alisjahbana yang pernah menjadi rektor Universitas Nasional (Unas), ketika itu melarikan diri ke Malaysia karena menentang Bung Karno. Film itu sendiri dibintangi aktor ganteng Bambang Hermanto dan artis cantik Nurbani Yusuf.

Rupanya sejak dulu film tak dapat dipisahkan dari unsur politik dan juga ideologi. Seperti di tahun 1960-an, ketika kalangan ‘kiri’ sangat kuat, dunia film pernah mereka pecah-belah. Rupanya dendam lama masih berlangsung.

BACA JUGA: Kenapa Belanda Banyak Membangun Istana dan Villa di Bogor?

Karena itu, sejumlah elemen masyarakat di kota Solo dan sekitarnya menolak pengambilan gambar film Lastri di wilayah eks Keresidenan Surakarta dengan melakukan demo. Mereka menilai dari sinopsisnya, film tersebut menggambarkan ajaran komunisme.

Film yang akan melibatkan artis Marcella Zalianty yang kini tengah berada dalam tahanan Polda Metro Jaya karena dituduh melakukan penganiayaan, rencananya akan disutradarai Eros Djarot. Memang terjadi pro dan kontra terhadap film di mana Lastri ketika terjadi peristiwa G30S dituduh sebagai anggota Gerwani. Bahkan Erot bersikukuh akan meneruskan pembuatan film tersebut dengan memindahkan ke daerah lain.

Humor Gus Dur: Tangan Kiai Keluar Jendela Mobil Bukan Takut Luka Takut Tiang Listrik Roboh

Sutradara H Misbach Yusa Biran yang pada tahun 1950-an dan 1960-an selalu menjadi incaran kecaman dan hujatan golongan ‘kiri’ terus terang menyatakan tidak setuju terhadap film ‘Lastri’. Mantan kepala Sinematek Indonesia ini beralasan, film tersebut ceritakan orang-orang kiri pro-PKI yang menjadi korban ketika terjadi peristiwa G30S Oktober 1965.

Film ini, kata dia, juga akan menanamkan kebencian masyarakat terhadap ABRI. Bagaimana akibatnya kalau masyarakat membenci Angkatan Bersenjatanya?

BACA JUGA: Pendeta Saifuddin Minta 300 Ayat Alquran Dihapus, Ahmad Dhani: Cukup Ahok Pionir Penista Agama

Misbach di masa berkuasanya kelompok kiri beberapa karyanya dilarang terbit, menilai film Lastri secara politis sangat besar pengaruhnya bagi generasi muda. Mereka akan beranggapan bahwa PKI adalah pihak yang benar.

Tuduhan bahwa PKI bersalah dalam peristiwa 1965 adalah bohong belaka. Dengan demikian, generasi muda akan bersimpati pada PKI yang mereka nilai prorakyat. Ujung-ujungnya adalah antiagama yang ikut aktif dalam pengganyangan PKI. Meskipun PKI sendiri sulit hidup lagi di Indonesia tapi isme dan ajarannya akan berpengaruh.

BACA JUGA: Gus Dur Tergila-gila Nasi Padang yang Diboikot dan Diharamkan

Dalam bukunya Kenang-kenangan Orang Bandel, Misbach menceritakan, ”Cara kalangan kiri melakukan serangan terhadap mereka yang dianggap lawan semakin gencar dan kasar. Main babat.”

Film Pagar Kawat Berduri karya Asrul Sani dan Anak Perawan di Sarang Penyamun harus ditolak karena Sutan Takdir Alisjahbana. Terhadap film yang kedua memang ditolak oleh Badan Sensor. Tapi, terhadap film Pagar Kawat Berduri Bung Karno diminta menjadi ‘juri’. Bung Karno menonton dan berpendapat film Asrul Sani tidak ada masalah.

BACA JUGA: Humor Gus Dur: Presiden Israel Tertawa Topi Yahudi Disebut BH yang Dibelah Dua

Lewat produksi Kedjora, Pagar Kawat Berduri (1961), Asrul mengangkat mengenai sejumlah pejuang yang ditawan Belanda dalam kampinan Koenen (diperankan Bernard Ijzerdraat/Suryabrata). Salah seorang tawanan, Parman (Sukarno M Noor) justru berteman dengan Belanda kepala kamp itu, antara lain melayaninya main catur.

Film ‘humanisme universal’ ini membuat Asrul terus dikecam pihak komunis, karena menampilkan penjajah Belanda yang baik hati. Pagar Kawat Berduri berdasarkan cerita karya Trisnojuwono, pengarang kenamaan kala itu mantan anggota RPKAD (Resimen Para Komando AD – kini Kopassus).

BACA JUGA: Humor Gus Dur: Gara-Gara Dikirimi PSK, Gus Dur Terpaksa Tidur di Sofa

Pada 1960-an, kaum ‘kiri’ giat merayu siap saja agar masuk perangkap. Tapi, banyak yang tidak tergiur antara lain Sukarno M Noor, ayah si ‘Doel’ Rano Karno (kini wakil bupati Tangerang). Kala itu, BPS (Badan Pendukung Sukarno) yang kemudian dibubarkan oleh Bung Karno, menganut paham ini.

Ketika dunia film dipecah belah kalangan ‘kiri’, Sukarno M Noor bersama Usmar Ismail, Nisbach, Asrul Sani, bergabung dengan Lembaga Seniman dan Budayawan Muslim Indonesia (Lesbumi), untuk menentang kegiatan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) PKI. Pada 1965, pengganyangan terhadap film-film Barat khususnya AS makin menjadi-jadi dengan terbentuknya Panitia Aksi Pemboikotan Film Imperialis Amerika Serikat (PAPFIAS). Tidak tanggung-tanggung kalangan kiri ini kemudian membakar gedung pusat distribusi film Amerika yang sekarang ini letaknya di samping Bina Graha di ujung Jalan Veteran IV.

BACA JUGA: Setelah Wayang, Kini Nasi Padang yang Diharamkan

Kala itu, gedung masih sederhana dan hanya satu tingkat. PAPFIAS kemudian bukan hanya melarang film-film AS, tapi juga film antek-anteknya, semua film negara Barat. Kala itu, film Italia dan Inggris juga digemari masyarakat.

Untuk membantu bioskop dari kekosongan penonton, masuklah film RR Cina, Rusia, Polandia, dan negeri-negeri komunis atau sosialis lainnya. Akibatnya bioskop-bioskop sebagian besar mati dan menjadi gudang. Karena masyarakat tidak senang menonton film-film dari negara komunis/sosialis yang isinya penuh propaganda.

JANGAN LEWATKAN ARTIKEL MENARIK LAINNYA:

> Sujiwo Tejo: Indonesia Mayoritas Muslim Kenapa Harus Ada Logo Halal, Tapi Enggak Ada Logo Haram?

> Humor Gus Dur: Ormas Gak Jadi Bubarkan Pengajian Gus Dur karena Takut Kualat

> Humor Gus Dur: OPM Kibarkan Bendera Bintang Kejora, Anggap Saja Umbul-Umbul Sepak Bola

> Humor Gus Dur: Cak Nun Batal Temani Soeharto Tobat Gara-Gara Dikerjain Gus Dur

> Gus Dur Tergila-gila Nasi Padang yang Diboikot dan Diharamkan

TONTON VIDEO PILIHAN UNTUK ANDA:

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Seperti Cinta, Kisah Sejarah Juga Perlu Diceritakan